Rabu, 31 Oktober 2007

Tanah Yang Hendak Dishodaqohkan

Tanah Yang Hendak Dishodaqohkan

Suatu pagi Khalifah Umar bin Abdul ‘Azis berkata pada pembantunya, bahwa dirinya ingin menshodaqohkan sebidang tanah milik keluarganya untuk kepentingan kaum Muslim. Umar berencana menshodaqahkan sebidang tanah itu esok hari.

Siang harinya, putra Umar mendengar berita bahwa ayahnya akan menshodaqohkan tanah milik keluarga untuk kepentingan umat. Putra Umar segera bergegas menuju rumah ayahnya. Tetapi ia langsung dihalang-halangi oleh pembantu Umar, sebab Khalifah tengah beristirahat. Tetapi putra Umar tetap bersikeras hendak menemui ayahnya. Pembantu Umar pun demikian tegas tidak mengizinkan siapa pun mengganggu istirahat Khalifah. Mendengar ribut-ribut di depan pintu, Umar keluar dari rumah dan menyuruh putranya masuk.

“Ada apa nak, sehingga engkau ingin menemuiku?” tanya Umar.

“Ku dengar ayah ingin menshodaqohkan tanah milik keluarga kita besok.”

“Ya benar, apakah engkau keberatan?”

“Tidak ayah, aku tidak keberatan jika tanah itu dishodaqohkan. Yang menjadi ganjalanku jika tanah itu harus dishodaqohkan besok. Apakah ayah tahu nasib ayah besok hari? Apakah besok kita masih hidup dan bisa menshodaqohkan tanah kita? Mengapa tidak hari ini saja ayah menshodaqohkan tanah itu? Jangan menunda-nunda shodaqoh ayah,” kata putra Umar.

Sang khalifah merasa terharu mendengar penuturan putranya, dan dengan segera ia mmerintahkan pembantunya mengurus segala sesuatu untuk shodaqoh tanah tersebut.

Tidak ada komentar: