Rabu, 31 Oktober 2007

Ilmuan dan Lama

Ilmuan dan Lama

Seorang ilmuan sudah bekerja selama sepuluh tahun menyelidiki kemungkinan air menjadi minyak. Ia yakin bahwa yang dibutuhkannya hanyalah satu zat yang dapat menyebabkan perubahan yang dibutuhkan. Namun kendati ia sudah banyak mencoba, hasilnya belum ada.

Pada suatu hari ia mendengar bahwa jauh di pegunungan Tibet hiduplah seorang Lama (rahib agama Buddha) yang serba tahu dan dapat memberitahukan kepadanya zat yang ia cari-cari.

Namun ada 3 syarat: Ia harus berjalan ke sana seorang diri, dan perjalanan itu berbahaya; ia harus berjalan kaki, dan perjalanan itu sulit; dan seandainya ia dapat menjalankan syarat-syarat ini dan sampai ke tempat Lama, ia hanya diperbolehkan mengajukan satu pertanyaan saja.

Ia membutuhkan beberapa bulan, mengalami kesulitan dan menghadapi bahaya untuk memenuhi kedua syarat-syarat yang pertama. Dan ketika ia di bawa menghadap Lama –coba bayangkanlah betapa ia terkejut- ia melihat bahwa Lama bukanlah seorang tua, keriput, berjenggot sebagaimana yang ia bayangkan, akan tetapi seorang wanita muda, ayu, jauh lebih cantik daripada segala sesuatu yang ia bayangkan.

Lama itu tersenyum manis kepadanya dan dengan suara yang sangat lembut, ia berkata: “Selamat wahai Pengembara! Engkau sudah sampai di pegunungan ini. Apakah pertanyaanmu?”

Ilmuan itu terkejut sendiri ketika ia mendengar dirinya sendiri berkata, “Nona, bolehkah saya tahu, Nona sudah menikah atau belum...?
(Addapted from Frog Prayer, Anthony de Mello)

Utusan Maut

Utusan Maut

Ini adalah sebuah dongeng kuno (Israiliyat) seseorang yang sakit didatangi Izrail, malaikat pencabut nyawa. Orang itu lalu bertanya, “Apakah kedatanganmu sebagai kunjungan biasa atau untuk mencabut nyawaku?”

Izrail menjawab, “Kunjungan biasa.”

Orang itu berkata lagi, “Demi persahabatan kita, jika dekat ajalku kirimkanlah utusan untuk memberitahu aku.”

Izrail menyetujui permintaan itu.

Pada suatu hari Izrail datang untuk menjemput nyawanya. Orang itu berkata, “Bukankah belum pernah ada utusanmu yang datang kepadaku untuk memberitahukan perkara ini?”
Izrail menjawab, “Sudah ... sudah pernah datang, bahkan beberapa kali. Bukankah tulang punggungmu bungkuk padahal sebelumnya lurus? Rambutmu memutih yang sebelumnya hitam. Suaramu gemetaran sesudah dahulunya lantang. Bahkan akhir-akhir ini kamu lemah sesudah dahulunya kamu kuat perkasa; penglihatanmu kabur sesudah dahulunya terang, kamu dulu penuh harapan tetapi akhir-akhir ini sering putus asa. Aku telah banyak mengirim utusan kepadamu, padahal kamu hanya meminta satu utusan. Oleh karena itu janganlah kamu menyalahkan aku.”

Wisatawan dan Anjing

Wisatawan dan Anjing

Sekelompok wisatawan tertahan di suatu tempat di luar kota. Mereka diberi makan dari bahan makanan yang sudah lama. Sebelum menyantapnya mereka mencobakan makanan itu pada seekor anjing. Tampaknya anjing itu menikmatinya dan tidak ada efek sampingnya.

Hari berikutnya mereka mendengar bahwa anjing itu mati. Semua orang cemas, banyak yang mulai muntah dan mengeluh badannya panas atau terserang diare. Seorang dokter dipanggil untuk merawat para penderita keracunan makanan.
Dokter itu mulai dengan menanyakan apa yang terjadi dengan anjing itu. Diadakanlah penyelidikan.

Seorang tetangga secara sambil lalu berkata, “Oh, anjing itu dilemparkan ke parit karena terlindas mobil.”


Manusia tidak bereaksi atas kenyataan akan tetapi atas pikiran-pikiran yang ada di kepalanya
Beda Sekte

Dua orang sahabat kental satu agama tetapi berbeda sekte sudah lama saling berdebat. Pada akhirnya mereka yakin kalau perdebatan itu diterus-teruskan bisa mmbuat mereka tidak saling menyapa selama-lamanya.

Akhirnya salah seorang dari mereka berkata:
“Ya begini sajalah kawan. Mulai sekarang perbedaan kita jangan dibesar-besarkan. Lebih baik dalam melaksanakan keyakinan ini ku memakai cara dan jalanmu; dan aku memakai cara dan jalan-Nya.

Shodaqoh di Jalan Alloh

Shodaqoh di Jalan Allah

Perumpamaan mereka yang mendermakan harta benda mereka di jalan Allah adalah seperti menanam sebuah biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai menumbuhkan seratus biji. Dan Allah selalu melipat gandakan kepada siapa saja yang dikendaki dan Allah Maha Luas (anugerah-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Baqoroh 261)

Shodaqoh yang diberikan untuk jalan Allah:
1. Hendaklah dirahasiakan pemberian tersebut
2. Hendaklah dihindarkan dari mengungkit-ungkit sedekah tersebut sehingga menyakiti orang lain.
3. Dermakanlah yang baik-baik dari harta benda kita. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah itu baik, maka tidak akan menerima kecuali yang baik.
4. Hendaklah berderma dengan muka berseri-seri
5. Berderma pada sasaran yang halal (tepat sasaran)

Apa kata shodaqoh kita?
Derma (sedekah) bila keluar dari tangan pemiliknya akan berkata:
1. Semula aku adalah kecil, maka engkau telah membesarkan aku.
2. Semula engkau adalah penjagaku, maka sekarang aku menjadi penjagamu
3. Semula aku adalah musuhmu, maka sekarang engkau mencintai aku
4. Aku adalah sesuatu yang punah (habis), maka engkau menjadikan aku sesuatu yang kekal
5. Aku adalah bilangan yang sedikit, maka engkau jadikan aku jumlah bilangan yang banyak

Tanah Yang Hendak Dishodaqohkan

Tanah Yang Hendak Dishodaqohkan

Suatu pagi Khalifah Umar bin Abdul ‘Azis berkata pada pembantunya, bahwa dirinya ingin menshodaqohkan sebidang tanah milik keluarganya untuk kepentingan kaum Muslim. Umar berencana menshodaqahkan sebidang tanah itu esok hari.

Siang harinya, putra Umar mendengar berita bahwa ayahnya akan menshodaqohkan tanah milik keluarga untuk kepentingan umat. Putra Umar segera bergegas menuju rumah ayahnya. Tetapi ia langsung dihalang-halangi oleh pembantu Umar, sebab Khalifah tengah beristirahat. Tetapi putra Umar tetap bersikeras hendak menemui ayahnya. Pembantu Umar pun demikian tegas tidak mengizinkan siapa pun mengganggu istirahat Khalifah. Mendengar ribut-ribut di depan pintu, Umar keluar dari rumah dan menyuruh putranya masuk.

“Ada apa nak, sehingga engkau ingin menemuiku?” tanya Umar.

“Ku dengar ayah ingin menshodaqohkan tanah milik keluarga kita besok.”

“Ya benar, apakah engkau keberatan?”

“Tidak ayah, aku tidak keberatan jika tanah itu dishodaqohkan. Yang menjadi ganjalanku jika tanah itu harus dishodaqohkan besok. Apakah ayah tahu nasib ayah besok hari? Apakah besok kita masih hidup dan bisa menshodaqohkan tanah kita? Mengapa tidak hari ini saja ayah menshodaqohkan tanah itu? Jangan menunda-nunda shodaqoh ayah,” kata putra Umar.

Sang khalifah merasa terharu mendengar penuturan putranya, dan dengan segera ia mmerintahkan pembantunya mengurus segala sesuatu untuk shodaqoh tanah tersebut.

Antara Keinginan dan Kebutuhan

Antara Keinginan dan Kebutuhan

Abdullah bin Umar, khalifah yang terkenal sebagai pembangun Baitul Maqdis, suatu hari diserang oleh suatu penyakit. Para asistennya sangat mengkhawatirkan umur khalifah karena penyakitnya itu.

Ternyata Allah belum berkenan memanggil Abdullah ke haribaan-Nya. Khalifah berangsur-angsur pulih. Setelah agak mendingan keadaannya, Abdullah berniat hendak menyantap ikan panggang. Khalifah kemudian mengutarakan keinginannya itu kepada salah seorang asistennya.

Asistennya berusaha memenuhi keinginan tuannya. Ia pergi mencari ikan dan setelah mendapatkannya, segera dipanggangnyalah ikan tersebut.

Abdullah bin Umar menghadapi ikan panggang yang baru saja diturunkan dari panggangannya. Aromanya begitu memikat, sehingga bertambahlah seleranya dan ingin segera menyantapnya.

Dalam keadaan yang siap santap itu, tiba-tiba muncul seorang musafir yang tampak sangat kelaparan. Serta merta Abdullah menyuruh asistennya untuk segera memberikan hidangan yang ada di hadapannya kepada sang musafir. Merasa jerih payahnya tidak dinikmati oleh Abdullah, asisten itu protes. Ia keberatan kalau makanan tersebut diberikan kepada musafir tadi. “Tapi ini makanan yang dengan sengaja saya buatkan untuk Tuan dan sesuai dengan keinginan Tuan.”

“Wahai asistenku! Tahukah kamu bila aku memakan makanan ini, maka sebetulnya itu aku lakukan karena aku suka. Karena aku menyenanginya. Tetapi bila musafir itu memakannya, maka itu ia lakukan karena ia memang butuh. Jadi makanan itu lebih berharga bagi dia daripada untukku. Jangan lupa, Allah SWT berfirman: “Kalian sekali-kali tidak memperoleh kebajikan sehingga kalian menyedekahkan apa-apa yang kalian senangi.”

Hak Muslim

Hak Muslim

Dari Abu Huroiroh ra, ia berkata Rasulullah saw brsabda: Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima:
1. Membalas salam
2. Menjenguk orang sakit
3. Mengiringi jenazah
4. Memenuhi undangannya
5. Menjawab apabila ia bersin
(HR Bukhori dan Muslim)

Napoleon

Napoleon

Seorang pasien di sebuah Rumah Sakit Jiwa tengah berusaha meyakinkan orang bahwa dirinya adalah Napoleon.

“Tapi tolong jelaskan, siapa yang mengatakan hal itu?” tanya dokter padanya.

“Tuhan yang bilang,” katanya yakin.

Namun berbarengan dengan itu terdengar suara memekik dari kamar sebelah, “Bohong! Itu tidak benar! Aku tidak mengatakan hal itu.”

Patung Liberty

Patung Liberty

Seorang guru bertanya pada murid-muridnya, “Kalian tahu patung Liberty di Amerika bukan? Nah apa arti tangan kiri memegang buku dan tangan kanan memegang obor?”

“Ah, Bapak,” sahut salah seorang muridnya, “Bukankah Bapak pernah menasihati tidak baik membaca di kegelapan.”

Perumpamaan Orang Beriman

Perumpamaan Orang Beriman

Dari Nu’man bin Basyir ra, ia berkata: Rasulullah bersabda: Perumpamaan orang yang beriman yang saling mencintai dan menyayangi serta saling mengasihi bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota sakit, maka yang lain ikut merasakan hingga tidak bisa tidur.

Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah bersabda: Sesama Muslim itu saudara. Karena itu jangan menganiaya dan mendiamkannya. Siapa saja yang memperhatikan kepentingan saudaranya, maka Allah akan memprhatikan kepentingannya. Siapa saja yang melapangkan suatu kesulitan terhadap sesama mMuslim, maka Allah akan melapangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitan di hari kiamat. Dan siapa saja yang menutupi kejelekan orang lain, maka Allah akan menutupi kejelekannya di hari kiamat. (HR Bukhori dan Muslim)

Dari Abu Huroiroh ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Sesama muslim jangan mengkhianati, mendustai dan membiarkannya. Seorang muslim haram, mengganggu kehormatan, harta dan darahnya. Takwa itu ada di sini (sambil menunjuk dadanya). Seseorang cukup dianggap jahat apabila ia menghina saudaranya yang Muslim (HR Tirmizi)

Jumat, 05 Oktober 2007

Hutang Zaid bin Sa’anah

Nabi saw pernah berhutang kepada Zaid bin Sa’anah seorang Yahudi. Dua hari sebelum tiba saat pembayarannya, Zaid melihat Rasulullah saw berjalan mengiring jenazah bersama para sahabat. Kemudian Zaid menekati Rasulullah saw dan menarik selendang beliau dengan kuat sehingga terjatuh.

Zaid berkata, “Ya Muhammad tidakkah engkau mau membayar hutangmu? Demi Allah kamu dari bani Mutholib adalah pengulur utang.”

Mendengar ucapan dan menyaksikan perbuatan orang Yahudi itu, Umar ra menjadi geram dan dengan keras berkata, “Hai musuh Allah, apakah pantas kamu berbicara demikian pada Rasulullah. Berbuat seperti apa yang aku lihat dan mengucapkan apa yang aku dengar? Demi Allah kalau aku tidak dicegah aku penggal kepalamu.”

Melihat sikap Umaar ra yang berang itu, Rasulullah tersenyum dan dengan tenang berkata, “ Aku dan dia butuh yang lain dari itu. Hendaklah engkau menyuruh aku membayar utang dengan baik dan menyuruh dia berlaku dengan sopan. Pergilah hai Umar, bayarkan hak-haknya dan berikan tambahan buat dia sebanyak 20 takaran korma.”

Kemudian Umar berlalu dan ia segera kembali kepada Zaid.

Zaid bin Sa’anah bertanya, “Apa ini?”

Umar ra menjawab, “Rasulullah menyuruh aku menambah sebagai pengganti atas pertengkaran tadi.”

Zaid bertanya, “Apakah engkau mengenal aku wahai Umar?”

“Tidak.”

Zaid berkata, “Aku adalah Zaid bin Sa’anah.”

Umar bertanya, “Seorang Rabby (pemuka agama Yahudi)?”

“Ya benar.”

“Apa sebabnya engkau memperlakukan Rasulullah seperti itu?”
Zaid menjawab, “Hai Umar, tanda-tanda kenabian sudah aku ketahui dari wajahnya kecuali 2 hal, yaitu kesabarannya yang selalu mendahului kekerasan tindakannya dan yang kedua semakin buruk ia diperlakukan semakin bertambah pula pemberian maafnya. Dan aku tadi telah mengujinya. Ya Umar aku baersyahadat bahwa aku ridho Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agamaku, Muhammad nabiku, aku menyatakan separuh hartaku untuk Allah sebagai sodaqoh buat umat Muhammad saw dan aku punya banyak harta.”
Mutiara dan Makanan

Dua orang pedagang sampai ke tempat para kafilah berhenti di padang gurun di malam hari. Malam itu banyak musafir yang singgah di tempat itu. Sementara membongkar muatan untanya, salah seorang dari mereka tidak dapat menahan godaan untuk membiarkan sebuah mutiara berukuran besar jatuh ke tanah seolah-olah tanpa disengaja. Mutiara itu menggelinding ke arah pedagang yang lain, yang dengan sikap yang dibuat-buat memungutnya dan mengembalikan kepada pemiliknya sambil berkata, “Mutiara Anda ini sungguh indah, besar dan bercahaya.”

“Terima kasih atas pujian Anda,” kata yang satu, “Sebenarnya mutiara ini baru merupakan salah satu dari mutiara-mutiara yang kecil milik saya.”

Seorang Badui yang duduk di dekat api dan mengamati peristiwa itu bangkit dan mengundang keduanya untuk makan bersamanya. Ketika mereka mulai makan, Badui ini bercerita:

“Kawan-kawan, dulu saya pun pernah menjadi pedagang mutiara seperti Anda. Pada suatu hari saya dihantam badai di gurun. Badai itu menghantam seluruh kafilah saya sehingga saya terpisah dari rombongan dan sama sekali kehilangan arah. Hari-hari berlalu dan saya merasa cemas karena sadar bahwa saya berputar-putar terus tanpa tahu saya sedang berada di mana atau ke mana saya harus berjalan. Lalu ketika saya hampir mati kelaparan, saya membongkar semua kantung yang ada di punggung unta saya. Dengan was-was saya memeriksanya sampai beratus-ratus kali. Bayangkanlah betapa gembiranya saya ketika ku temukan kantung yang selama ini luput dari perhatian saya. Dengan jari-jari gemetaran saya membukanya dengan harapan menemukan sesuatu yang dapat dimakan. Bayangkanlah betapa kecewa saya, ketika ku lihat bahwa semua yang ada di dalamnya adalah mutiara!”

Kalau burung pipit membuat sarang di hutan
Sarang itu hanya menempati sebuah ranting
Kalau rusa memuaskan dahaganya di sungai
Ia minum tidak lebih dari yang dapat ditampung lambungnya

Kita mengumpulkan barang dan hartaKarena hati kita kosong
Renungkanlah!

Kita memiliki 4 minggu yang sama dalam 1 bulan.
7 hari yang sama dalam 1 minggu
24 jam yang sama dalam 1 hari

Dalam 24 jam itu
Ada dari kita yang bisa mengurus negara, perusahaan raksasa
Rumah Sakit Internasional bahkan mengendalikan Angkatan Perang
.........
Namun dalam 24 jam yang sama
Ada yang bahkan mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu....

Ada di antara kita yang menerima bayaran 5 juta rupiah
Dan selalu kekurangan dalam setiap bulannya
Sehingga ia harus menutupnya dengan berutang sana-sini
Dan ia semakin terjerat karenanya

Namun ada yang hanya menerima 500 ribu rupiah
Ia bisa mengembangkan bisnisnya
Bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi
Bisa menyisihkan sebagian untuk tabungan
Bisa menyisihkan sebagian untuk kaum miskin
Bahkan ia bisa membawa serta kedua orang tuanya naik haji.

Dimanakah letak perbedaanya? Apakah waktu dan penghasilan yang kurang? Bukan, tetapi manajemenlah yang berbeda dari keduanya.

Raja dan Peramal

Raja dan Peramal

Hari ini seperti biasanya Raja menyamar sebagai penduduk biasa dan mulai menyelidiki keadaan negerinya. Sehingga tidak ada penyambutan maupun penghormatan, yang ada hanyalah kehidupan yang biasa terjadi sehari-hari. Raja tidak pernah membawa pengawal kecuali satu orang pengawal pribadinya yang terpercaya. Pengawal ini menemani sang Raja ke mana pun beliau mau. Rombongan kecil itu tak ubahnya seperti musafir, dan Raja memperlakukan pengawal ini sebagaimana sahabatnya.

Hari ini Raja berkeliling demikian jauh, sampai pada tempat-tempat yang jarang Raja kunjungi. Ketika Raja sampai di sebuah pasar, ada sebuah tenda yang sangat laris. Orang-orang saling berebut untuk dapat masuk ke dalam. Kemudian Raja menanyakan kepada salah seorang pengunjung, ada apa di dalam.

“Kalian bukan orang sini? Pantas kalian tidak tahu. Pemilik tenda itu adalah seorang peramal sakti yang sanggup melihat masa depan, jodoh, rezeki dan lain-lain. Berbagai azimat yang ia berikan kepada kami telah terbukti mencegah kami dari bala. Hari ini aku begitu beruntung, peramal itu melihat bahwa panen tahun ini sukses dan aku sendiri akan mendapat anak laki-laki.”

Raja begitu tertarik, sehingga Raja ikut berdesakan antri untuk dapat masuk tenda itu. Ketika sampai di depan peramal itu, Raja menanyakan kesehatannya. “Anda akan baik-baik saja, garis tangan Anda menggambarkan kehidupan berat yang Anda jalani, namun Anda masih akan hidup sampai 10 tahun lagi.” kata Peramal.

“Begitu,” kata Raja, “Kalau begitu, apakah Tuan bisa meramalkan tentang negeri ini?”

“Tentu saja!” kata Peramal ketus, “Negeri ini memang dipimpin oleh seorang Raja yang arif lagi adil. Negeri ini memang negeri yang makmur. Tapi suratan menyatakan bahwa negeri ini akan dilanda peperangan besar, hal itu terjadi kurang lebih 1 tahun dari sekarang. Raja negeri ini akan dibunuh oleh pengawalnya yang paling setia dalam peperangan itu. Ya, tunggu saja tahun ini akan menjadi tahun berduka negeri ini, kematian Raja dan kehancuran negeri ini. Kemudian awan hitam akan memenuhi negeri ini, bangsa asing akan mengambil alih kekuasaan, celaka sungguh celaka petaka itu.”

Pengawal sang Raja hampir-hampir meraih gagang pedangnya dan memenggal kepala Peramal itu. Suasana di dalam tenda dan sekitarnya mendadak sepi, tapi sang Raja tetap tenang. Beliau melanjutkan pertanyaannya kepada Peramal itu. “Apakah Tuan yakin dengan ramalan Tuan. Sebab ramalan Tuan bisa mencelakakan Tuan sendiri.”

“Tentu saja aku mengatakan kebenaran!” kata Peramal itu ketus, “Mengapa aku harus takut dengan ucapanku. Aku tidak akan mati sebelum mencapai usia 80 tahun. Masih terlalu cepat 20 tahun kematian datang padaku. Itu sudah tertulis dalam suratan....”

“Crash!” tiba-tiba Raja mengayunkan pedang dan memutus leher Peramal itu sebelum Peramal menyelesaikan ucapannya. Seketika suasana menjadi gaduh. Dan untuk berjaga-jaga sang pengawal setia menghunus pedangnya. Kemudian Raja berteiak lantang, “Apa yang diperbuatnya adalah syirik!! Ucapannya dusta! Dia mengaku akan menikmati hidup 20 tahun lagi, nyatanya tidak sampai hari ini berakhir ia sudah mati. Wahai kalian semua tidakkah kalian baca dalam Kitab Suci tentang 5 rahasia Allah dan tak seorangpun dapat mengetahuinya! Apakah kalian akan menyekutukan-Nya dengan azimat-azimat yang tak berguna itu. Dan jika ada yang menuntut darah atas peramal ini, datanglah ke istana, bukankah Raja kalian adalah seorang yang adil?”

Tak ada seorang pun yang bereaksi atas ucapan dan perbuatan Raja. Tiba-tiba ada seseorang yang mendekati Raja dan berkata, “Ampuni hamba baginda yang tidak mengenali Anda. Andalah Raja negeri ini.” Kemudian ia berlutut. Semua orang yang hadir saat itu tercekat, karena tidak menyangka bahwa orang yang ada di hadapan mereka adalah sang Raja. Serentak mereka berlutut bahkan ada yang bersujud.

“Hentikan perbuatan kalian, apakah kalian hendak mensejajarkan aku dengan Allah? Bersujudlah hanya kepada Allah. Hal terpenting sekarang yang harus dilakukan adalah mengembalikan aqidah, jangan kotori dengan kesyirikan. Bertaubatlah, buanglah semua azimat yang kalian miliki. Sungguh demi Allah, aku turut bertanggung jawab atas kejahiliahan kalian. Maka aku akan menebusnya!”

Raja memenuhi janjinya untuk menuntaskan kejahiliahan di negerinya dengan membangun madrasah-madrasah ilmu dan mengirimkan ustadz ke seluruh pelosok negeri. Dan bagaimana dengan ramalan awan hitam yang akan melingkupi negeri itu? Perkataan Peramal itulah yang dusta!
Rintangan

Ada sekelompok musafir melewati sebuah hutan. Di tengah asyiknya perjalanan, tiba-tiba di hadapan mereka ada sebuah pohon tumbang melintang di jalan. Tampaknya badai petir semalam telah merubuhkan pohon itu. Kelompok musafir itu mengutuki rintangan itu sambil meneruskan perjalanan. “Alangkah menyebalkan, pohon itu membuat keledai-keledai ini kesulitan merangkak.” Yang lain mengiyakan, “Coba bayangkan, aku tadi harus turun dari keledaiku dan harus menuntunnya.” Begitulah mereka melanjutkan perjalanan sambil terus berkeluh kesah.

Tak lama kemudian mereka tiba di sebuah sungai. Alangkah terkejutnya mereka karena jembatan penghubung itu telah hilang. Tampaknya lagi-lagi badai petir telah menyebabkan sungai itu meluap sehingga menghanyutkan jembatan kokoh yang menghubungkan kedua tepian sungai. Sekali lagi mereka berkeluh kesah, dan mengutuki kejadian itu. Lalu salah seorang yang arif di antara mereka menenangkan rombongan itu sambil berkata, “Mari kita kembali ke pohon besar yang tumbang tadi.” Seseorang berkata, “Untuk apa kita kembali ke sana?” Jawab orang yang arif, “Mestinya dengan pohon itu kita bisa membentuk sebuah jembatan pengganti. Jika kita kerjakan sekarang secara marathon insya Allah besok pagi kita sudah bisa menyeberang berikut keledai dan dagangan kita.”

Maka beramai-ramai rombongan itu mengerjakan sebuah jembatan baru. Tidak lama berselang, jembatan itu rampung dan mereka dapat menyeberang dengan selamat.

Ada kalanya halangan, rintangan yang kita anggap sebagai penyebab kegagalan, penyebab kesulitan kalau dapat kita kelola dengan baik justru akan menjadi cambuk dan kita akan mendapatkan kesuksesan karenanya. Segala sesuatu pasti ada hikmahnya dan jangan memandang sesuatu hanya dari satu sisi kemudian melupakan sisi lainnya. Sebab boleh jadi apa yang tampak buruk bagi kita ternyata merupakan suatu kebaikan bagi kita

Kisah Tiga Orang Terkurung di Gua

Kisah Tiga Orang Terkurung di Gua

Dari Abu Abdirrahman bin Abdullah bin Umar bin Khothob ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bercerita:

“Sebelum kalian, ada tiga orang yang sedang berjalan-jalan, kemudian mereka menemukan gua yang dapat digunakan untuk berteduh dan mereka pun masuk, tiba-tiba ada batu besar dari arah bukit menggelinding dan menutupi pintu gua sehingga mereka tidak dapat keluar. Salah seorang di antara mereka berkata: “Sungguh tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian dari bahaya ini, kecuali bila kalian berdoa kepada Allah SWT dengan menyebut amal-amal soleh yang pernah kalian perbuat.”

Kemudian salah seorang di antara mereka berdoa: “Ya Allah, saya mempunyai orang tua yang sudah renta. Kebiasaanku, mendahulukan mereka minum susu sebelum saya berikan kepada anak istri dan budak-budakku. Suatu hari, saya terlambat pulang karena mencari kayu namun keduanya sudah tidur dan aku enggan membangunkannya, tetapi saya terus memerah susu untuk persedian minum keduanya. Dan saya menunggunya hingga terbit fajar. Ketika keduanya bangun, ke berikan susu itu untuk diminum, padahal semalam anakku menangis terisak-isak minta susu sambil memegangi kedua kakiku. Ya Allah, jika itu karena mengharapkan ridho-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah sedikit batu itu.

Orang kedua pun melanjutkan doanya: “Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai saudara sepupu yang sangat saya cintai. “ Dalam riwayat lain disebutkan: “Saya sangat mencintainya sebagaimana orang laki-laki mencintai orang perempuan, saya selalu ingin berbuat zina dengannya, tetapi ia selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian, ia tertimpa kesulitan. Ia pun datang untuk meminta pertolonganku, dan saya berikan padanya seratus dua puluh dinar dengan syarat menyerahkan dirinya, kapan saja saya ingin. Pada riwayat yang lain: “Ketika saya berada di antara kakinya, ia berkata: “Takutlah kamu kepada Allah. Janganlah kamu robek selaput daraku kecuali dengan jalan yang benar.” Mendengar yang demikian saya meninggalkannya dan merelakan emas yang aku berikan, padahal dia orang yang sangat saya cintai. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharapkan ridho-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu.

Orang ketiga melanjutkan doanya: “Ya Allah, saya mempekerjakan beberapa karyawan dan digaji dengan sempurna, kecuali ada seseorang yang meninggalkan saya dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dahulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan sehingga menjadi banyak. Selang beberapa tahun, dia datang dan berkata: “Wahai Hamba Allah, berikanlah gajiku!” Saya berkata: “Semua yang kamu lihat, baik unta, sapi, kambing maupun budak yang menggembalakannya, semua adalah gajimu.” Ia berkata: “Wahai Hamba Allah janganlah engkau mempermainkan aku.” Saya menjawab: “Saya tidak mempermainkanmu.” Kemudian ia mengambil semuanya itu dan tidak meninggalkan sedikitpun. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharapkan ridho-Mu, maka singkirkanlah batu yang menutupi pintu gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu dan mereka pun bisa keluar dari dalam gua. “ (HR Bukhari dan Muslim)

Mimpi Melihat Lima Jari

Mimpi Melihat Lima Jari

Al Imam Malik ra mimpi bertemu malaikat Maut (Izrail) dan bertanya kepadanya, “Kapan ajalku datang?” Malaikat Maut, tidak menjawab tetapi hanya dengan menunjuk kelima jarinya.

Ketika bangun Imam Malik ra, merenungi apa yang dimaksud dengan lima jari itu. Apakah berarti lima tahun, lima bulan, lima minggu atau lima hari?

Kemudian beliau mendatangi Ibnu Sirin, seorang Ulama besar dan ahli menta’wilkan mimpi. Mendengar hal itu, Ibnu Sirin tersenyum dan berkata, “Yang dimaksud malaikat Maut dengan menunjuk kelima jarinya itu ialah lima perkara yang yang menjadi khususiyah Allah semata dan tercantum dalam ayat terakhir surat Lukman.

Mendengar jawaban yang memuaskan itu, Imam Malik ra tersenyum pula. Adapun ayat yang dimaksud yaitu: “Sesungguhnya Allah, pada sisi-Nya lah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Dalam Pengetahuan-Nya.” (QS Lukman:34)

Penumpang Pesawat

Penumpang Pesawat

Di atas pesawat terbang ada tiga orang penumpang. Seorang mahasiswa, seorang ustadz dan seorang pengusaha. Tiba-tiba melalui pengeras suara terdengar suara pilot, “Dalam beberapa menit lagi pesawat akan jatuh. Sayang kita hanya memiliki 3 buah parasut. Saya perlu mengambil satu buah, karena saya harus melaporkan bencana ini.” Lalu pilot itu pun langsung terjun.

“Dan saya juga perlu mengambil satu parasut,” kata pengusaha, “Karena saya memiliki peranan besar dalam kehidupan umat manusia.” Lalu ia pun langsung terjun menyusul sang pilot.

Ustadz memandang mahasiswa, “Nak,” katanya, “Saya sudah puas menjalani kehidupan ini. Tapi engkau masih harus menjalaninya, karena itu ambillah parasut ini dan semoga Allah menyertaimu...”

“Jangan bersedih Pak Ustadz,” kata si Mahasiswa, “Kita masih memiliki dua buah parasut. Yang diambil pengusaha tadi adalah tas ransel saya.”

Keledai

Keledai

“Syukurlah, pada waktu tamasya kemarin kami membawa seekor keledai. Sebab ketika salah seorang dari anak-anak terluka, kami menggunakan keledai itu untuk membawanya pulang.”

“Bagaimana ia sampai dapat terluka?”

“Disepak keledai itu.”

Tak Ada Rawa

Tak Ada Rawa

Seorang kontraktor sedang berjalan-jalan bersama kepala proyek disertai tetua penduduk setempat di sebuah lokasi pembangunan gedung tinggi. Mereka berkeliling dan si kontraktor berkata kepada kepala proyek, “Tuan, 20 tahun yang lalu di sini terdapat rawa-rawa. Agar gedung yang kita bangun ini benar-benar stabil, tanah ini harus diperkuat. Dan Tuan tahu artinya bukan? Itu memerlukan dana plus yang kita rundingkan kemarin.”

Belum lagi si kepala proyek memberi komentar, tetua penduduk setempat menyeletuk, “Tapi Tuan, saya sudah 50 tahun tinggal di sini, dan saya tidak pernah melihat rawa.”
Nasehat Kepada Pemuda

Rasulullah saw bersabda kepada Ibnu Abbas: “Wahai Pemuda, maukah engkau ku ajari beberapa hal?” Ibnu Abbas menjawab, “Mau ya Rasulullah.”

“Jagalah Allah, niscaya Dia menjagamu. Jagalah Allah maka niscaya Dia akan berada di depanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Jika engkau mohon pertolongan, maka mohonlah kepada Allah. Kenalilah Allah di kala engkau dalam keadaan kesenangan, niscaya Dia akan mengenalimu di kala kesusahan. Pena telah kering dan mencatat ketetapan alam. Andai manusia berkumpul untuk memberikan sesuatu yang tidak ditetapkan oleh Allah kepadamu maka mereka tidak akan mampu melakukannya. Ketahuilah, bahwa bagi setiap kesulitan ada kelapangan; bersama kesusahan ada kemudahan dan bersama kesusahan ada kemudahan.”
DOA

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqoroh (2): 186)

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Musa as hendak bermunajat kepada Allah di bukit Tursina, salah seorang penduduk bani Israel meminta Nabi Musa untuk mendoakan dirinya. Nabi Musa bertanya tentang doa apa yang hendak ia ajukan, lalu orang itu menjawab bahwa Allah SWT telah mengetahui permohonannya.

Nabi Musa pun berangkat ke bukit Tursina untuk menerima Taurat. Tidak lupa, Nabi Musa memohonkan doa sesuai permintaan orang tersebut. Setelah selesai menerima wahyu Nabi Musa turun dari bukit. Dan alangkah terkejutnya Nabi Musa ketika beliau sampai di lereng bukit ia mendapati orang yang memohon doa tersebut telah mati mengenaskan dicabik-cabik serigala. Sebagian anggota tubuhnya sudah dimakan serigala.

Nabi Musa bertanya kepada Allah SWT, apa gerangan yang diminta oleh orang itu sehingga ia harus mati dalam keadaan mengenaskan. Maka Allah menjelaskan bahwa orang tersebut menginginkan kedudukan setara dengan Nabi Musa di sisi Allah. Dan jalan satu-satunya supaya ia bisa berkedudukan seperti itu hanyalah dengan cara mati dicabik-cabik serigala.

Luar biasa kekuatan doa seorang Nabi di hadapan Tuhan. Allah Ta’ala berkenan mengabulkan doa Nabi Musa as.

Saudaraku, apakah engkau pernah berdoa namun tidak kunjung dikabulkan oleh Allah SWT? Ketika kita memohon sesuatu kepada Allah, satu, dua, tiga kali berdoa dan belum ada tanda-tanda doa kita akan dikabulkan. Bagaimana ini? Kita masih bersabar, kemudian berdoa lagi dalam 1 minggu, 2 minggu, sampai 16 minggu lamanya dan kita belum mendapat apa yang kita pinta. Apakah Allah lupa atau mengingkari janji? Tidak mungkin, pikir kita. Lalu kita berdoa lagi, tidak terasa sudah 1 tahun telah berlalu dan kita tetap belum mendapat apa yang kita minta. Kita pun menjadi buruk sangka kepada Allah, kita jadi enggan berdoa, malas ketemu Tuhan. Dan seterusnya. Naudzubillah...
Apakah kejadian seperti itu pernah menimpamu sahabat?

Mari kita simak Al Quran bercerita tentang Nabi Zakariya ra, yang senantiasa berdoa siang malam tak henti-hentinya selama bertahun-tahun memohon kepada Allah supaya diberi keturunan., namun tak jua Allah segera memberikan keturunan kepada Nabi Zakariya as.

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." Zakariya berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul?" Berfirman Allah: "Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya".Berkata Zakariya: "Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari".(QS Ali Imron (3): 38-41)

Apakah Nabi Zakariya bukan orang yang soleh sehingga Allah tidak segera mengabulkan permintaannya? Tentu tidak, Allah ingin memberikan pengajaran kepada umat manusia sekalian. Setelah berdoa, bersabarlah dan jangan pernah lelah memohon kepada Allah SWT. Dalam QS Al Sajdah (32): 16 Allah melukiskan bagaimana orang-orang beriman berdoa “...sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap...” Bayangkan orang sesoleh Nabi Zakariya saja harus berdoa sampai tua terlebih dahulu, barulah Allah Ta’ala mengabulkan permohonannya. Bagaimana dengan kita? Baru satu-dua tahun berdoa sudah buruk sangka terhadap Allah SWT.

Saudaraku ada beberapa sebab, mengapa Allah tidak segera mengabulkan pinta kita. Padahal dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya Allah SWT malu jika seorang hamba berdoa sambil menengadahkan tangan ke langit, kemudian Allah tidak memberi hamba tersebut apa yang ia mau. Saudaraku, masihkah pakaian maksiat melekat dalam diri kita, pakaian kesombongan, riya, ghibah, mengadu domba, menghardik anak yatim, korupsi dan lain-lain? Jika pakaian itu masih kita kenakan, bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan doa kita? Logika saja jika salah seorang anak yang kita sayangi minta uang kepada kita, lalu waktu kita tanya hendak digunakan untuk apa uang itu? Dan putra kita bilang buat berjudi, berzina, mabuk-mabukan, buat beli ganja, putaw dan lain-lain. Apa kiranya kita akan rela memberikan uang itu padanya? Padahal kita tahu semua itu merusak anak kita. Saudaraku, selama pakaian-pakaian kedurhakaan terus kita kenakan, wajar bila Allah tidak segera mengabulkan doa kita. Jangan-jangan inilah yang sering menghalang-halangi doa kita kepada Allah SWT.

Ada kalanya Allah sengaja tidak segera mengabulkan doa kita, justru karena Allah sangat sayang kepada kita. Kasih sayang Allah jauh di atas kemurkaan-Nya. Jika Allah mengabulkan doa kita, Allah tahu kita belum siap. Kita akan lalai dan justru menjauh dari Allah. Jika doa kita dikabulkan kita akan takabur dan seperti biasa kita mengklaim, “Semua ini hasil jerih payahku, aku sudah kerja keras peras keringat banting tulang...” Kita lupa bahwa itu semua adalah rahmat Allah, Allah-lah yang mengabulkan pinta kita. Jika anak kita meminta sepeda motor, padahal kita tahu bahwa anak kita belum bisa mengendarai motor. Mungkin kita akan menunda keinginan anak kita, karena kita tahu jika anak kita diberi motor besar kemungkinan akan jatuh atau menabrak. Kita juga tidak akan memberikan anak sebuah pisau sebelum anak tahu kegunaan pisau tersebut, yaitu untuk memotong sayur dan lain-lain. Jika kita nekad memberi anak kita sebilah pisau, boleh jadi pisau itu akan menyayat tubuhnya atau memotong telinganya. Kita sayang terhadap anak-anak kita, tentu kita menunda memberikan sesuatu hingga anak kita benar-benar tahu dan mengerti tentang bahayanya juga manfaatnya. Demikian pula dengan sifat Rahman Allah. Allah bisa memberikan harta, jabatan, pendamping hidup atau apa saja yang kita mau, hingga kita benar-benar siap maka Allah pasti mengabulkan pinta kita. Subhanallah

Terakhir dari topik ini, sengaja saya kutipkan sebuah hadits yang indah. Semoga pesan-pesan Rasulullah bisa kita cermati dan bisa kita amalkan dalam hidup kita:
“Barang siapa yang mengharapkan akhirat, Allah menjadikan kekayaanya ada di dalam hatinya, menghimpunkan kekuatannya, dunia pun akan datang kepadanya dengan segan dan rendah. Tetapi barang siapa yang mengharapkan dunia, Allah menjadikan kemiskinannya ada di kedua matanya, memecah kekuatannya dan tidak ada dunia yang datang kepadanya kecuali hanya yang telah ditentukan untuknya.” (HR Tirmidzi)

Wahai Allah saksikanlah bahwa ini telah hamba sampaikan
NAFSU
Alangkah susahnya mendidik nafsuku
yang tidak melihat kebenaran-Mu
ya Allah Tuhanku, bimbinglah hamba-Mu
di dalam mendidik jiwaku ini...

Saudaraku, aku teringat kisah tentang akal dan nafsu ketika pertama kali diciptakan Allah. Akal dihadapkan kepada Allah dan ditanya siapa Allah, maka akal pun menjawab bahwa Allah adalah Tuhannya dan ia adalah hamba-Nya. Setelah itu nafsu dihadapkan kepada Allah dan ditanya siapa Allah. Maka nafsu menjawab, “Engkau ya engkau, aku ya aku.” Dan Allah memasukkan nafsu dalam neraka. Kemudian nafsu dihadapkan kembali dan ditanya seperti semula. Namun lagi-lagi nafsu menjawab hal yang sama pula. Nafsu pun dimasukkan kembali ke dalam neraka. Begitu seterusnya hingga 3 kali nafsu menjalani siksa neraka, barulah ia mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya dan ia adalah hamba-Nya.

Saudaraku, apa keistimewaan manusia dibandingkan mahluk Allah yang lain? Manusia dikaruniai akal dan nafsu dalam dirinya. Berbeda dengan malaikat yang hanya dikaruniai akal saja, juga binatang yang hanya dikaruniai nafsu saja. Sehingga manusia digambarkan bisa lebih utama dari malaikat jika ia sanggup mengendalikan hawa nafsunya, dan manusia bisa lebih hina dari binatang jika akalnya dikalahkan oleh hawa nafsunya.

Para ulama membagi nafsu menjadi 3 yaitu nafsu ammarah, nafsu lawwamah, dan nafsu mutmainah. Manusia yang memiliki nafsu ammarah sepanjang hidupnya akan dikendalikan oleh hawa nafsunya. Orang-orang semacam ini tak ubahnya seperti binatang. Manusia yang memiliki nafsu lawwamah, akan labil. Kadang ia mengikuti akalnya, kadang mengikuti nafsunya. Namun kecenderungan mengikuti nafsunya lebih besar daripada akalnya. Yang terakhir, manusia yang memiliki nafsu mutmainah. Nafsunya mengikuti akalnya sehingga ia selalu berhati-hati tidak terburu-buru dan gegabah menuruti keinginan nafsunya. Manusia-manusia inilah yang diseru Allah untuk memasuki surga-Nya. Mari kita simak QS Al Fajri (89): 27-30: “Wahai nafsul mutmainah (jiwa yang tenang), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” Alangkah indahnya orang yang memiliki nafsu mutmainah, bahkan Allah Ta’ala pun memanggil-manggil mereka untuk masuk dalam surga-Nya.

Saudaraku, apakah saat ini kita telah menjadi tuan bagi nafsu kita? Atau jangan-jangan saat ini kita justru masih diperbudak nafsu kita. Tengoklah dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat seruan Allah yang mulia berkumandang tanda Maghrib tiba -saat itu pula serial sinetron Sholeha sedang diputar- sudahkah kita segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat jamaah? Atau justru kita menanti hingga iklan TV datang baru kemudian kita mengambil air wudhu dan mengerjakan/ mendirikan sholat setengah terburu-buru karena takut filmnya sudah mulai lagi. Rasa-rasanya kalau kita minta surga kok belum pantas ya? Itu baru 1 hal sepele. Mari kita tengok yang lain. Saat tengah malam tiba-tiba kita terbangun dan secepat itu ingat bahwa malam itu ada pertandingan sepak bola antara Manchester United melawan Intermilan. Berjam-jam kita tonton tv dengan asyiknya. Kita lupa pada kantuk kita. Pernahkah kita tiba-tiba bangun pada malam hari, segera ingat Allah, segera ingat tahajjud kemudian segera mendirikannya dan berjam-jam kita bermunajat kepada Allah dalam urai air mata dan bertobat kepada-Nya?

Kita punya uang 10.000, tiba-tiba kita ingin jajan bakso. Secepat itu uang kita berpindah kepada penjual bakso dan semangkok bakso sudah bisa kita nikmati. Namun pernahkah pada saat kita punya 10.000 ingat infak sodaqoh, dan secepat itu pula uang kita berpindah ke kotak infak? Rasanya uang 20.000 kecil bila dibawa ke supermarket, namun sangat besar jika dibawa ke masjid untuk diinfakkan. Subhanallah, saya jadi teringat suatu ketika Rasulullah sedang mengimami sholat, kemudian seakan-akan Beliau mempercepat sholatnya. Begitu sholat usai, Beliau langsung masuk rumah Beliau tidak berdzikir dulu sebagaimana biasanya. Para sahabat heran, ada apa gerangan? Rupanya hari itu Rasulullah saw mendapat hadiah berupa beberapa uang dinar. Dan rasulullah tidak ingin uang tersebut berlama-lama ada di dalam rumahnya. Rasulullah saw mengambil uang tersebut ba’da sholat dan segera membagi-bagikannya kepada para sahabatnya. Sungguh teladan yang mulia.

Saudaraku, nafsu akan terus memperbudak kita jika tidak kita paksa. Mari kita simak bagaimana orang-orang beriman telah memaksa nafsu mereka dalam As Sajdah (32) 15-16: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat Kami mereka menyungkur sujud dan bertasbih memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Allah dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Wahai saudaraku, ingatlah bahwa kita adalah hamba Allah. Tidak sepatutnya seorang hamba (abdi) memperturutkan nafsunya di depan Majikannya. Tidak sepatutnya seorang hamba berbuat seenaknya sedangkan Majikannya selalu mengawasi. Maka marilah kita bina nafsu kita menjadi nafsu mutmainah dan insya Allah kita termasuk dalam golongan yang mendapat panggilan Allah untuk memasuki surga-Nya. Amien

Wahai Allah, saksikanlah bahwa ini telah hamba sampaikan.

Kamis, 04 Oktober 2007

Potret Muhammad saw

Potret Muhammad saw

Muhammad adalah kesahajaan yang menjelama dalam bentuk manusia, lalu dari lubuk hatinya yang paling dalam menghapus gemerlapnya pemimpin dan kerajaan; perhiasan dan kepongahan; serta ucapan dan perbuatan yang menipu manusia.

Perbuatannya terlahir dengan alamiah, masing-masing menunjukkan akan kepribadiannya, sebagaimana foto yang menunjukkan pemiliknya. Dengarkanlah penuturan Adi bin Hatim yang tadinya mengira bahwa ia akan bertemu dengan seorang Raja di Madinah.
“Aku mendatangi Muhammad yang sedang duduk di masjid, lalu aku mengucap salam kepadanya”.

Beliau bertanya, “Siapakah Anda?”.

“Adi bin Hatim”, jawabku singkat

Beliau berdiri dan membawaku ke rumahnya. Demi Allah, beliau benar-benar tetap menggandengku ketika ada seorang perempuan tua renta menghentikannya lalu beliau berdiri lama mendengarkan ia mengutarakan keperluannnya. Dalam hati aku berkata, “Demi Allah, ini bukan Raja”. Kemudian kami melanjutkan perjalanan dan membawaku masuk ke rumahnya. Beliau mengambil bantal yang terbuat dari kulit dan diisi serat, lalu diberikan kepadaku seraya mengatakan, “Duduklah di atas bantal ini”. Aku menjawab, “Tidak, Anda saja”. Beliau mengatakan, “Tidak, Anda saja”. Akhirnya akupun duduk di atas bantal itu, sedangkan Rasulullah duduk di tanah. Dalam hati aku berkata, “Demi Allah, ini bukan kebiasaan Raja”.

Begitulah tabiat Rasulullah saw, tidak ada yang dibuat-buat. Adi bin Hatim yang sebagian keluarganya telah ditawan oleh kaum Muslimin itu datang sebagai pihak yang kalah, namun duduk di atas bantal sementara beliau sendiri duduk di tanah.

Kemudian perhatikanlah, Ibrahim putranya telah meninggal. Terjadi gerhana matahari; waktu itu orang-orang mengatakan, “Gerhana matahari ini terjadi karena kematian Ibrahim.” Mendengar itu beliau berdiri di masjid dan bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda kekuasaan Allah. Tidak terjadi gerhana pada keduanya karena seseorang mati ataupun hidup.”

Inilah dia jiwa merdeka yang cinta dan merindukan kebenaran. Rendah hati dan enggan memanfaatkan kecurangan apa pun bentuknya.

Perhatikan pula bagaimana beliau meminta izin kepada seorang sahabatnya dan bagaimana cara beliau meninggalkan tempat.

Qois bin Sa’ad berkata: Rasulullah saw mengunjungi kami, beliau mengucap: “Assalamualaikum warokhmatullah.” Ayahku menjawab dengan lirih sehingga aku bertanya, “Tidakkah ayah mengizinkan Rasulullah?” Ayahku menjawab, “Biarkan, agar salam itu semakin banyak kepada kita.” Lalu Rasulullah mengulang salamnya, kemudian beliau pulang sehingga ayahku mengejarnya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mendengar salam baginda dan aku telah menjawab salam baginda dengan lirih agar salam itu semakin bannyak buat kami.”

Lalu ia beranjak bersama Rasulullah saw, Sa’ad mempersilakan beliau untuk mandi. Setelah mandi ia memberikan handuk yang telah ditaburi za’faron. Beliau saw pun menggunakannya, kemudian mengangkat kedua tangannya semabri berdoa: “Ya Allah, jadikanlah sholawat dan rahmat-Mu kepada keluarga Sa’ad.”

Ketika hendak pulang, Sa’ad mendekatkan keledai kepada beliau, Sa’ad berkata: “Qois, temani Rasulullah!” Aku pun menemaninya. Beliau berkata, “Naiklah bersamaku!” Aku tidak mau sehingga beliau berkata, “Pilih salah satu, naik bersamaku atau pulang saja.”

Itu adalah kunjungan pemimpin Arab dan ‘Ajam kepada salah satu pendukungnya di kota Madinah. Suatu kejadian yang biasa saja, tanpa prosedur, tanpa jamuan, tanpa peristiwa monumental lainnya. Datang dengan berjalan kaki, pulang menunggang keledai dan mengizinkan agar pendampingnya memboncengnya.

Itulah yang menyebabkan perintah Muhammad ditaati dan ketaatan kepadanya menjadi ibadah.

Doa Anak

Doa Anak

Seorang anak ingin meniru ayahnya dalam berdoa, dia bersimpuh dan menengadahkan tangannya. Sementara itu sang ayah bersembunyi di balik pintu mendengarkan doa anaknya.

“Ya Allah, Tuhan kami Yang Maha Baik, terima kasih Engkau telah memberikan segala sesuatu yang lengkap untuk keluarga saya, tetapi berikanlah baju untuk wanita yang telanjang di majalah bapak. Amien.”

Suap

Suap

Dua orang pemburu terlibat dalam perkara pengadilan, satu melawan yang lain. Salah satu dari mereka bertanya kepada pembelanya apakah tidak sebaiknya menghadiahkan sepasang ayam hutan kepada hakim. Pengacara terkejut dan berkata, “Hakim itu sangat bangga karena ia tiak mau korupsi, tindakan semacam itu hanya akan berbuat sebaliknya dari apa yang kau harapkan.”

Setelah perkaranya selesai –dan menang- pemburu itu mengundang pembelanya untuk makan bersama dan mengucapkan terima kasih kepadanya atas nasehatnya berhubungan dengan ayam hutan itu. “Tahu tidak, saya telah mengirimkan ayam hutan itu kepada hakim,” katanya, “Tetapi atas nama lawan kita.”

Buah

Buah

Dua orang wisatawan tersesat dalam hutan di pedalaman Irian. Tanpa disadari mereka memasuki wilayah perkampungan suku terisolir dari peradaban. Segera saja penjaga perkampungan menangkap mereka dan membawanya kepada kepala suku. “Kalian memasuki daerah terlarang, tahu apa hukumannya bagi kalian: Siksa sampai mati!” kata kepala suku.

“Tuan, ampunilah kami. Sungguh kami ini tersesat dalam hutan dan tahu-tahu sudah tersesat sampai di sini. Tolonglah Tuan, lepaskanlah kami berdua,” rengek seorang wisatawan.

“Bisa saja kami melepaskanmu, tetapi dengan syarat: Masing-masing dari kalian harus mendapatkan buah yang belum pernah kami lihat dan belum pernah kami makan. Waktu kalian hanya setengah hari.”

Akhirnya pergilah 2 orang ini mencari buah. Yang satu menuju ke arah timur, yang lain ke arah barat. Belum lagi setenagah hari, wisatawan yang menuju timur menemukan serumpun nanas. Dengan langah mantap diambil nanas-nanas itu dan dibawa kepada kepala suku.

“Kau tahu,” kata kepala suku, “Buah ini biasa kami makan sebagai hidangan malam kami. Kau gagal orang asing! Ikat dia dan siksa dia dengan buah itu!”

Wisatawan malang diikat dan dibuka bajunya. Kemudian ia ditengkurapkan, perlahan-lahan buah nanas yang ia dapatkan mulai digosokkan ke punggungnya.
“Ah...” teriak wisatawan tadi manakala kulit nanas yang kasar itu menggosok punggungnya. Berulang-ulang digosok punggungnya sampai akhirnya wisatawan itu terdiam. Tapi tiba-tiba wisatawan itu tersenyum dan tertawa terbahak-bahak, sebab ternyata dari arah barat ia melihat temannya membawa beberapa buah durian

Pemadam Kebakaran

Pemadam Kebakaran

Suatu pagi, sebuah sumur minyak di Texas terbakar. Perusahaan minyak yang mengelola sumur itu memanggil para penakluk api. Panas yang ditimbulkan begitu tinggi; mereka hanya bisa mendekat sampai jarak 1000 meter dari sumber. Karena itu perusahaan memanggil sukarelawan dari barisan pemadam kebakaran setempat.

Tak lama kemudian datanglah sebuah mobil pemadam kebakaran tua yang terseok-seok, lalu berhenti pada jarak 10 meter dari sumur. Petugas-petugasnya berlompatan keluar, saling menyiram diri masing-masing kemudian menaklukkan api itu dan berhasil.

Begitu senangnya direktur perusahaan minyak tersebut sehingga dengan serta merta regu pemadam kebakaran itu dihadiahi uang lima juta dolar. Ketika ditanya apa yang hendak mereka lakukan dengan uang sebesar itu, maka pemimpin regu menjawab dengan nada datar, “Pertama-tama kami ingin memperbaiki rem mobil sialan ini!”

Ditelan Ibu

Ditelan Ibu

Seorang murid taman kanak-kanak tak putus-putusnya menceritakan kepada ibu gurunya bahwa tak lama lagi ia akan memperoleh adik. Suatu hari, ibunya mengizinkan anak itu meletakkan tangannya di perut ibunya dan merasakan gerakan-gerakan adiknya. Tetapi ternyata peristiwa itu ternyata membuat si anak menjadi tidak bersemangat lagi menceritakan tentang kedatangan adik bayinya. Rupanya perubahan ini diamati oleh gurunya.

“Bagaimana dengan adik bayimu yang akan datang itu?” tanya ibu guru.

Wajah si anak bertambah sedih, lalu dengan lirih ia berkata , “Lupakan saja Bu, adik bayi itu sudah ditelan ibu.”

Mengharapkan Dunia

Mengharapkan Dunia

Barang siapa yang mengharapkan akhirat, Allah menjadikan kekayaanya ada di dalam hatinya, menghimpunkan kekuatannya, dunia pun akan datang kepadanya dengan segan dan rendah. Tetapi barang siapa yang mengharapkan dunia, Allah menjadikan kemiskinannya ada di kedua matanya, memecah kekuatannya dan tidak ada dunia yang datang kepadanya kecuali hanya yang telah ditentukan untuknya. (HR Tirmidzi)

Dunia ini bagai perempuan tua renta, jelek, lagi suka berkhianat tetapi selalu bersolek untuk laki-laki yang kan melamarnya dengan berbagai macam perhiasan, menutupi kejelekannya sehingga orang hanya yang hanya mampu melihat lahiriyahnya akan terpedaya lalu mau menikahinya. Perempuan itu berkata: “Tidak ada mahar selain hilang akhiratmu, karena kami adalah dua istri yang bersaing, menyatukan kami tidak mungkin dan memang tidak boleh.”

Akhirnya si pelamar lebih mendahulukan yang ada di hadapannya. Orang-orang mengatakan, tidak ada dosa bagi orang yang hendak menyambung cinta dengan kekasihnya. Setelah cadarnya dibuka dan kainnya tersingkap ternyata hanya aib dan ketuaan yang tampak. Ada di antara mereka yang langsung menceraikannya dengan lega, namun ada pula yang tetap mempertahankannya karena sudah di mabuk cinta, hingga ajal akhirnya menjemputnya.

Raja Hutan

Raja Hutan

Seekor singa besar berjalan mengelilingi hutan mencari-cari penantang. Tak lama kemudian ia bertemu dengan zebra, singa itu bertanya, “Hai zebra, kamu tahu tidak siapa raja di hutan ini?”

Dengan ketakutan zebra menjawab, “Tentu engkaulah raja di hutan ini Tuan Singa.”

Si singa tertawa dan melanjutkan perjalanannya. Lalu ia bertemu dengan gajah dan bertanya, “Hai gajah, kamu tahu siapa raja di hutan ini?”

Tanpa berkata sepatah katapun, gajah membelitkan belalainya di tubuh singa dan singa itu diangkatnya tinggi-tinggi sebelum dilemparkan ke batang pohon. Kemudian gajah itu melangkah dengan gagah.

Sambil berbaring kesakitan, singa berkata kepada gajah, “Ah, kok kamu sekasar itu sih, cuma gara-gara kamu tidak bisa menjawab soal yang aku berikan...”

Kriteria Dosa

Kriteria Dosa

1. Dosa yang dianjurkan untuk dirahasiakan, yaitu dosa seorang muslim yang menzalimi dirinya sendiri, belum diketahui oleh umum dan tidak ada kaitannya dengan hak orang lain secara langsung. Sedangkan pelakunya sendiri tidak ingin orang lain tahu akan aibnya. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.”
2. Dosa yang diperbolehkan membukanya, yaitu kesalahan yang berkaitan erat dengan orang banyak. Jika perbuatannya tidak dibuka akan mengakibatkan keburukan bagi kehidupan umat. Misalnya menentukan kedhoifan perawi hadits, perjodohan, memilih calon pemimpin.
3. Dosa yang boleh dimaafkan, yaitu dosa yang terkait dengan hak kita sendiri. Sebagai orang yang dizalimi kita boleh membalas atau memaafkannya; tetapi Allah menganjurkan untuk memberi maaf karena hal itu lebih baik dan lebih dekat dengan takwa.
4. Dosa yang tidak boleh dimaafkan, yaitu dosa yang merugikan orang lain dan belum dimaafkan yang bersangkutan atau dosa yang haddnya sudah diketahui seperti mencuri, berzina, menuduh berzina dan lain-lain.

Marah

Marah

Si kecil Azis :“Saya marah sama kamu! Saya beri kamu waktu lima menit, kamu harus minta maaf!

Si kecil Ali :“Kalau saya tidak mau minta maaf dalam lima menit memangnya kenapa?”

Si kecil Azis : “Saya beri tambahan waktu lima menit lagi...”

Si kecil Ali : “Kalau saya tetap tidak mau minta maaf?”

Si kecil Azis : “Haa jangan khawatir, kamu saya kasih perpanjangan...”

Hakekat Pemberian

Hakekat Pemberian

Seorang petani jagung yang selalu mendapat hadiah utama dalam Perlombaan Tani Nasional, mempunyai kebiasaan membagi-bagikan biji jagung yang paling baik kepada petani-petani di sekitarnya.

Ketika ditanya mengapa ia berbuat demikian, ia menjawab, “Sebenarnya saya melakukan ini untuk kepentingan saya sendiri. Angin menerbangkan serbuk-serbuk dan membawanya dari ladang ke ladang. Maka kalau petani-petani di sekitar saya menanam jagung yang kualitasnya lebih rendah, penyerbukan silang akan menurunkan mutu jagung saya. Itulah sebabnya saya memikirkan supaya mereka hanya menanam jagung yang paling baik.”

Semua yang kita berikan untuk orang lain, hakekatnya adalah pemberian untuk diri kita sendiri.

Tanda Kebahagiaan dan Kesengsaraan

Tanda Kebahagian dan Kesengsaraan

Tanda kebahagiaan seorang hamba ialah menyembunyikan amal kebaikannya di belakang punggungnya dan meletakkan amal keburukannya di depan matanya.
Sedangkan tanda kesengsaraan seorang hamba ialah meletakkan amal kebaikannya di depan matanya dan meletakkan amal keburukannya di belakang punggungnya. (Ibnu Qoyyim).

Sifat Serakah Anak Adam

Sifat Serakah Anak Adam

Sekiranya anak Adam memiliki sebuah bukit dari emas, niscaya dia akan lebih senang jika memiliki dua buah bukit emas. Dan tidak akan ada yang dapat menghentikannya dari sifat serakahnya, kecuali tanah (HR. Bukhori dan Muslim).

Hati Seekor Tikus

Hati Seekor Tikus

Dalam sebuah dongeng, ada seekor tikus yang selalu tertekan karena takutnya kepada kucing. Seorang tukang sihir yang merasa kasihan kepadanya lalu mengubahnya menjadi seekor kucing. Tapi kemudian ia menjadi takut kepada anjing, maka tukang sihir itu mengubahnya menjadi anjing. Tetapi ia mulai takut kepada singa, maka tukang sihir itu mengubahnya menjadi singa. Namun lagi-lagi ia menjadi ketakutan kepada pemburu. Pada saat itu tukang sihir menyerah, ia lalu mengubahnya lagi menjadi seekor tikus dan berkata, “Apapun yang kulakukan tidak akan membantumu karena engkau memiliki hati hati seekor tikus”.

Apa gunanya memiliki badan seekor singa tetapi memiliki hati seekor tikus.

Bila Ditimpa Musibah

Bila Ditimpa Musibah

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar yaitu orang-orang yang apabila ditimap musibah mereka mengucapkan ‘Innalillahi wa inna ilahi roji’un’ . Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al Baqarah (2) 155-157)

Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslim yang tertimpa musibah kemudian ia berkata sesuai petunjuk yang diperintahkan Allah ‘Innalillahi wa inna ilahi roji’un. Ya Allah berilah daku pahala atas musibahku dan gantikanlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya’ melainkan Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik daripada musibahnya itu.” (HR Muslim)

Ummu Salamah ra berkata: “Ketika Abu Salamah suamiku meninggal, aku katakan siapakah yang lebih baik daripada Abu Salamah, keluarganya adalah keluarga yang hijrah pertama kali demi Rasulullah saw, kemudian setelah meninggal aku ucapkan doa tersebut, maka Allah menggantinya dengan Rasulullah saw sebagai suamiku.”

Perbuatan Dosa dan Pahala

Perbuatan Dosa dan Pahala

Seseorang tidak akan berbuat dosa seandainya mereka tahu bahwa setiap kali berbuat dosa dirinya sendirilah yang mereka rugikan. Dan sekiranya dosa itu menebarkan bau busuk yang menjijikan dan pahala menebarkan keharumannya tentu orang-orang berbondong-bondong menuju kebaikan.

Bangunkan Saya

Bangunkan Saya


Pada puncak pertengkarannya sepasang suami istri akhirnya saling mendiamkan. Sebelum naik ke tempat tidur, sang suami menyerahkan catatan kecil pada istrinya.

“Bangunkan saya besok jam 7!”

Keesokan paginya dia bangun jam 09.30. Ketika sedang tergopoh-gopoh berpakaian dia melihat catatan kecil di sebelah bantalnya.

“Sudah jam 7. Bangun!” kata catatan itu.
Sembahyang

Dua orang musafir mengadakan perjalanan bersama ke kota Mekah guna menunaikan ibadah haji. Ketika datang waktu ‘Ashr, salah seorang dari mereka tergoda untuk memperlihatkan kemampuannya kepada rekan seperjalanannya. Ia melangkah mendekati sungai dan mulai membentangkan sajadahnya di atas air sungai yang itu dan berkata, “Wahai saudaraku, marilah kita sembahyang bersama.”

Temannya memperhatikan dan berkata, “Teman, mengapa engkau berlaku seperti pedagang di pasar panggung dunia in? Sungguh engkau melakukan itu semua justru karena kelemahanmu.”

Usai berkata demikian, ia melemparkan sajadahnya ke udara, terbang ke atasnya dan berkata, “Mari, naik ke sini teman, sehingga seluruh orang dapat melihat kita berdua. Wahai teman ketahuilah seekor ikan dapat melakukan apa yang kau lakukan dan seekor lalat dapat melakukan apa yang aku lakukan. Maka sungguh patutkah kita menyombongkan diri karenanya?”

Belum Terbukti Sudah Mengusir

Belum Terbukti Sudah Mengusir


Ini adalah sebuah anekdot tentang seorang Raja dari bani Israel dengan seorang Abid. Si Raja meminta dengan hormat agar orang itu datang berkunjung ke istananya. Syukur jika bersedia mendampingi Raja. “Baik Tuan,” katanya. Dengan gembira sang Raja memintanya segera datang ke istana.

“Tetapi ada syaratnya Tuan, bolehkah saya bertanya tentang sesuatu?”

“Bagaimana seandainya, ini hanya seandainya saja. Suatu hari aku bermain-main dengan putri tuan Raja di hadapan Tuan. Tindakan apa yang Tuan jatuhkan kepada saya?”

Mendengar omongan Abid itu, Raja menjadi marah bukan kepalang. Dengan berkacak pinggang ia mengusir orang itu, “Keparat kau ini, berani-beraninya engkau mengganggu anakku di depan mataku. Pergi engkau dari sini!”

Mendengar si Raja yang akan mengundangnya marah-marah, Abid menjawab, “Hai Raja, ketahuilah aku mempunyai Tuhan yang Maha Pemurah, sekalipun 70 kali aku berbuat dosa dalam satu hari, Dia tidak marah kepadaku apalagi mengusirku. Dan rejekiku pun tidak pernah dikurangi. Cobalah Raja pikir, sungguh suatu ketololan jika aku mau pindah dari pintu-Nya dan menjerumuskan diri pada orang macam Tuan. Belum terbukti pelanggarannya sudah marah.” Usai berkata demikian Abid meninggalkan Raja seorang diri.

Jenderal Amerika dan Prajurit Vietnam

Jenderal Amerika dan Prajurit Vietnam

Tahun 60 an, pada masa perang Vietnam masih berkecambuk, datanglah seorang Jenderal Amerika yang datang menginspeksi satu batalyon tentara Vietnam Selatan. Karena harus memberi wejangan di hadapan ribuan prajurit yang sama sekali tidak paham bahasa Inggris, maka sang Jenderal terpaksa harus didampingi seorang penerjemah.

Sang Jenderal maju ke atas mimbar.

“Saya akan memulai wejangan ini dengan sebuah lelucon,” katanya pada penerjemahnya. Lalu langsunglah ia nyerocos dari kalimat pertama dari leluconnya. Sang penerjemah menyambut dengan berceloteh dalam bahasa Vietnam. Dan belum lagi selesai dengan celotehnya, ribuan prajurit itu telah tertawa terbahak-bahak. Ruangan serasa hendak runtuh. Sang Jenderal menjadi bingung.

“Saya baru saja memulai kalimat yang pertama, tapi orang-orang telah tertawa terbahak-bahak. Apa sih yang Anda katakan?”
“Oh”, sahut si penerjemah dengan tersipu-sipu. “Begini Tuan, saya katakan, ‘Saudara-saudara, di hadapan kita berdiri seorang Jenderal Amerika. Dia hendak menceritakan lelucon. Untuk menghormatinya, marilah kita tertawa terbahak-bahak...’ .”

Bila Membenci Abdullah (Hamba Allah)

Bila Membenci Abdullah (Hamba Allah)

Suatu ketika pasti pernah terbesit dalam benak kita membenci hamba Allah yang lain, mendengkinya atau bahkan memusuhinya. Pernahkah kita berfikir: Apakah kita sudah merasa yakin bahwa kecintaan Allah lebih besar kepada kita ketimbang kepada orang-orang yang kita benci? Barangkali Allah Ta’ala lebih ridho dan cinta kepada mereka dan apa-apa yang mereka lakukan daripada ridho dan cinta kepada kita. Bagaimana jika Allah tidak ridho kepada kita, kemudian membenci kita atau melaknat kita dan menjauhkan kita dari petunjuk-Nya? Sungguh mengerikan apabila apabila hal itu sampai terjadi. Sayang sekali jika hidup ini harus diselingi kebencian terhadap Abdullah-Abdullah yang lain.

Belumkah datang kepada kita hadits Nabi saw :
”Tidaklah sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

Bagaimana kita akan mencintai Abdullah jika hati kita diliputi rasa benci, bagaimana kita akan mengasihi Abdullah jika jiwa kita masih diliputi rasa dendam. Darah kita sesama Muslim adalah haram ditumpahkan. Sudah semestinya justru kita saling menjaga dan melindungi. Bila harga diri Abdullah diinjak-injak itu sama artinya menginjak-menginjak harga diri kita juga. Suatu upaya yang harus dilakukan apabila hati mulai diliputi rasa benci adalah dengan tabayyun pada setiap permasalahan kita dengannya, tetap sabar dan tersenyumlah.

Hikayat Pendoa

Hikayat Pendoa

Ada sebuah desa yang sedang terancam bencana alam, seluruh penduduk desa merasa cemas dan khawatir karena bencana tersebut dapat membinasakan seluruh pedesaan. Akhirnya mereka sepakat mengutus orang yang paling soleh di antara mereka untuk berdoa kepada Tuhan. Orang ini kemudian berdoa di tempat yang mustajab dan dengan doa yang telah disyariatkan oleh tuntunan agama. Dia berdoa dengan khusyu’, dan Tuhan mendengar doanya. Desa itu luput dari bencana alam.

Kisah itu menjadi legenda turun-temurun di desa itu. Suatu saat, desa tersebut kembali terancam bencana alam. Penduduk yang cemas kembali memutuskan untuk mengikuti kisah dalam legenda yaitu menyuruh salah seorang yang paling soleh di antara mereka untuk berdoa. Namun orang soleh ini hanya mengetahui tempat mustajab untuk berdoa, sedangkan doa penolak bala yang dibaca pendahulunya tidak ia ketahui Orang yang soleh ini mengawali doanya: “Wahai Tuhan, Engkaulah Pemelihara kami. Wahai Tuhan di tempat inilah dulu penduluku memohon kepada-Mu. Kini aku bersimpuh di tempat ini juga memohon kepada-Mu. Wahai Tuhan aku tahu bahwa diriku ini tidaklah sesoleh penduluku, ketika ia berdoa Engkau mendengarkan doanya dan desa kami terluput dari bencana. Hamba tidak tahu apa yang telah pendulu hamba baca, namun hamba percaya bahwa Engkau akan mendengarkan doa orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam berdoa kepada-Mu. Wahai Tuhan, hamba memohon kepada-Mu hindarkanlah desa kami ini dari bencana tersebut.” Dan Tuhan mendengar doanya, desa itu luput dari bencana.

Lama berselang kisah itu menjadi legenda di masyarakat. Ketika suatu saat desa itu mendapat ancaman bencana alam, para pendudukny kembali mengutus orang yang paling soleh di antara mereka. Orang soleh ini tahu doa yang dibaca oleh para pendulunya, namun ia tidak tahu tempat yang dipergunakan untuk berdoa. Akhirnya orang soleh ini pun berdoa di dalam mihrab di kampung itu. Doanya didengar Tuhan dan desa itu terluput dari bencana.

Kisah itu pun menjadi legenda di masyarakat. Kemudian untuk kesekian kalinya, desa itu terancam bencana alam. Para penduduk desa segera mengutus salah seorang yang paling soleh di antara mereka untuk berdoa. Namun orang soleh tersebut tidak tahu tempat berdoa dan tidak tahu doa yang telah dibaca pendulunya. Orang soleh ini berdoa: “Wahai Tuhanku, Engkau telah mendengarkan doa para leluhur kami, dan hamba percaya bahwa Engkau akan pula mendengarkan pinta hamba walaupun hemba berdoa bukan di tempat yang mustajab dan doa yang hamba baca bukanlah doa yang dibaca para pendulu hamba. Mohon wahai Tuhan, hindarkanlah desa kami dari bencana alam tersebut.” Doanya didengar Tuhan dan desa itu sekali lagi terhindar dari bencana alam.

Manusia seringkali lupa bahwa sebenarnya Allah itu sangat dekat dengannya. Allah tahu apa kesulitan manusia, Allah tahu bagaimana penderitaan mahluk-Nya, Allah tahu yang hamba-Nya maui. Allah selalu mendengar doa kita, dan Dia selalu membalasnya hanya terkadang kita sering tidak sadar bahwa Dia telah telah membalas pinta kita.
Kisah Sebuah Baju

Seorang ibu menjahitkan baju pada seorang tukang jahit di kotanya. Sebuah baju untuk perkawinan putrinya. Ketika baju tersebut jadi, datanglah ibu itu untuk mengambilnya. ”Sebuah baju yang indah,” seru sang ibu, ”Tapi ada yang tidak sesuai dengan permintaan saya pak penjahit. Bukankah saya minta bahunya dikembangkan sedikit supaya badan saya terlihat lebih tegap? Ini kok sempit sekali? Masih ada waktu hingga pesta perkawinan putri saya, tolong diperbaiki ya pak?”

Di luar dugaan, tiba-tiba penjahit ini langsung menangis terisak-isak.

Ibu ini buru-buru berkata, ”Lho pak, baju ini pasti saya ambil dan saya bayar kok. Bapak kan tinggal memperbaiki sedikit.”

Penjahit itu mengusap air matanya, kemudian ia berkata, ” Nyonya, bukan karena baju itu saya menangis. Tiba-tiba saya teringat amalan saya. Seperti baju yang saya kerjakan itu, saya sudah mengupayakan yang terbaik. Ternyata masih saja ada cacatnya. Saya khawatir demikian juga dengan amal ibadah saya yang saya kerjakan, saya sudah mengerjakan amal ibadah dengan sebaik-baiknya. Kemudian bagaimana jika ternyata ibadah saya ada cacat dan celanya lalu Allah tidak mau menerima ibadah saya sebagaimana nyonya tadi menolak baju buatan saya. Bagaimana jika Allah berkata: ”Ibadahmu kurang sempurna jadi belum bisa diterima. Tolong disempurnakan dulu...”

Subhanallah, bagaimana dengan ibadah kita? Apakah ibadah kita sudah sedemikian sempurna sehingga kita sering kali lalai dan terlena oleh dunia. Apakah kita tahu bahwa amal kita bakal diterima Allah? Lihat saja sholat kita yang penuh warna dan pikiran kita, jarang khusyu dan jika imam membaca bacaan panjang kita mengeluh. ’Agrh... kapan selesainya sholat ini.’ Lalu lihat sedekah kita, benarkah sama sekali tidak ada unsur riya di sana? Lalu lihat kebaikan-kebaikan yang kita perbuat untuk orang lain, benarkah kita benar-benar ikhlas Lillahi Ta’ala? Subhanallah...masih banyak sekali yang patut kita benahi. Padahal waktu kita tidak akan bertambah, yang ada terus berkurang. Terimakasih ya Allah atas pelajaran Sebuah Baju

Rabu, 03 Oktober 2007

To Be Something...That’s Up To You

Ada sebuah gudang berisi 3 ton baja. Setiap 1 ton berharga 1 juta rupiah. Satu ton dibawa ke Jerman, dan diolah menjadi mobil BMW yang berharga 1 milyar rupiah. Baja yang 1 ton lagi dibawa ke Jepang dan diolah menjadi mobil Toyota seharga 500 juta rupiah. Kemudian sisa 1 ton yang ada dibawa ke perusahaan lokal di Indonesia tempat pengolahan cangkul, linggis, pisau, wajan, sekop dan lain-lain. Setelah selesai diolah dengan keras bermandikan keringat, jadilah alat-alat tadi seharga 1,5 juta rupiah.

Setelah BMW, Toyota dan cangkul serta sejenisnya tadi kembali dilebur menjadi baja, ternyata harganya kembali sama yaitu masing-masing berharga 1 juta rupiah.

Begitulah ilustrasi manusia, berangkat dari start yang sama dan bila mati menjadi tanah yang sama. Namun dalam hidupnya dan pemanfaatannya bisa jauh berbeda nilainya antara yang satu dengan yang lain. Tidak ada yang istimewa pada Imam Syafi’i, ia manusia biasa layaknya kita. Dilahirkan menangis, membutuhkan makan, istirahat dan lain-lain. Namun ia bisa menghafal Al Quran pada usia 9 tahun. Di usianya yang ke-10, isi kitab Al Muwatho’ karya Imam Malik yang berisi 1720 hadits pilihan sudah mampu dihafal dengan sempurna. Pada usia 15 tahun telah menduduki jabatan mufti (hakim agung) kota Mekah. Subhanallah. Tidak ada yang istimewa pada Ibnu Sina, ia bukan manusia super. Namun beliau selain menjadi penghafal Al Quran, juga menjadi seorang dokter dengan mempelajari ilmu kedokteran hanya dalam waktu 1 tahun saja, juga mampu menghasilkan kitab Al Qonun (Canon of Medicine) yang menjadi rujukan para dokter hingga saat ini. Demikian pula dengan Buya Hamka, yang juga manusia biasa layaknya kita, dan beliau telah menghasilkan karya kitab Tafsir Al Azhar yang monumental sewaktu beliau berada dalam penjara.

Manusia berasal dari tanah yang sama, namun berbeda-beda dalam melakukan percepatan diri. Nilai manusia itu tergantung bagaimana kita mengisi dan memperlakukan diri menjadi unggul dan berprestasi. ”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu ialah orang yang paling takwa di antara kamu” (QS Al Hujurat (49): 13)

Lalat

Lalat

Dalam sebuah riwayat diceritakan ada seseorang yang masuk surga hanya karena lalat, dan ada yang masuk neraka juga karena lalat. Inilah kisahnya, ada 2 orang musafir yang tengah melakukan perjalanan (safar). Tidak terasa langkah kedua orang ini telah membawa mereka ke suatu wilayah yang penduduknya menyembah berhala. Saat keduanya melewati patung sesembahan mereka, tiba-tiba penjaga wilayah itu menangkap mereka. Penjaga itu menjelaskan bahwa setiap orang yang melewati daerah itu harus mengurbankan binatang sesembahan kepada pujaan (berhala) mereka. Siapa saja yang menentang perintah tersebut akan dihukum mati. Salah seorang dari musafir ini berkata, bahwa mereka tidak mungkin melalukan kurban, sebab mereka sama sekali tidak membawa binatang yang bisa dikurbankan. Penjaga itu menjawab, kurban binatang apa saja boleh, jika memang tidak ada binatang kurban, seekor lalat pun boleh dikurbankan. Lalu musafir pertama segera mencari lalat untuk ia kurbankan kepada sesembahan mereka dan musafir pertama ini pun lolos dari maut. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya. Adapun musafir kedua bersikeras tidak mau berkurban. Dengan berkurban artinya ia mengakui adanya Ilah lain selain Allah. Meskipun penjaga ini memaksanya mengurbankan lalat, namun ia tetap tidak mau mensekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Musafir kedua ini akhirnya dibunuh karena tidak mau menuruti permintaan mereka.

Di akhirat nanti, justru musafir kedua inilah yang masuk surga dan rekannya yaitu musafir pertama akan merasakan siksa di neraka.

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." (QS Al Ikhlas (112): 1-4)
Sapi dan Ayam

“Mengapa”, kata seorang kaya kepada pelayannya, “Orang-orang mengatakan bahwa aku ini pelit, kikir. Padahal semua orang kan tahu kalau aku wafat nanti, aku akan memberikan semua yang aku punya kepada yayasan sosial dan panti asuhan?”

“Tuan akan saya ceritakan fabel tentang ayam dan sapi,” jawab pelayannya. “Sapi begitu populer, sedangkan ayam sama sekali tidak populer. Hal ini sangat mengherankan ayam. Kata ayam kepada sapi : ‘Orang-orang berkata kepadamu bahwa engkau begitu lembut dan matamu begitu memancarkan penderitaan. Orang-orang mengira bahwa engkau begitu murah hati, karena setiap hari engkau memberi mereka krim dan susu. Tapi bagaimana denganku? Aku memberikan semua yang aku punya. Aku berikan daging dan buluku. Bahkan mereka memasak dan membuat sup dengan kakiku untuk kaldu. Tapi tak seorang pun berkata seperti itu. Mengapa bisa begitu?’ ”

“Nah, Tuan. Apakah Anda tahu jawaban sapi?” kata pelayan.

Sang sapi berkata, ‘Mungkin karena aku memberikannya sewaktu aku masih hidup.”

Dokter Yang Hebat

Dokter Yang Hebat

Seorang wanita pergi ke dokter untuk memeriksakan tekanan darahnya. Ruang tunggu dokter begitu penuhnya dan dia harus menunggu hampir satu jam sebelum namanya dipanggil.

Ketika namanya dipanggil, kaki kirinya kesemutan sehingga ia berjalan masuk ke kamar dokter dengan terpincang-pincang.

Sepuluh menit berlalu, ia keluar dari kamar dokter dengan langkah yang sudah biasa.

Dua orang pasien yang tadi memperhatikan wanita itu masuk, memandangnya dengan penuh penuh keheranan. Yang satu menyenggol yang lain, “Tuh apa yang saya bilang? Dokter ini memang yang paling hebat di kota ini.”

Dokter dan Montir (II)

Dokter dan Montir (II)

Dokter hendak mengambil mobilnya yang baru direparasikan di bengkel.

“Mahal sekali, hanya untuk satu jam kerja!”, dokter menggerutu. “Bagaimana mungkin tarip montir lebih mahal dari pada tarip dokter??”

“Begini, Dok,” kata montir itu, “Cara menghitungnya memang lain. Kalian para dokter kan mengerjakan tubuh yang modelnya sama terus dari zaman ke zaman. Sedangkan kami harus terus mengikuti perkembangan zaman. Tiap tahun mobil model baru selalu keluar dan kami harus mempelajari teknik memperbaiki. Jadi harap maklum kalau ongkosnya mahal.”

Dari Yang Kecil

Dari Yang Kecil

Seorang lelaki tua tengah menyusuri sungai, di sana ia menjumpai seorang anak kecil sedang berwudhu sambil menangis. Ketika ditanya, ”Nak, mengapa engkau menangis?” Bocah itu menjawab, ”Wahai kakek, ketika aku membaca Al Quran aku menemukan firman Allah yang berbunyi, ”Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu...” (At Tahrim:6). Timbullah ketakutannku apabila dilemparkan ke dalam api neraka.”

Lelaki tua itu berkata, ”Wahai anakku, janganlah engkau takut. Engkau tidak akan dicampakkan ke dalam neraka sebab engkau belum baligh. Kamu belum layak dimasukkan ke dalam neraka.”

Anak itu balik menjawab, ”Kakek, engkau kan orang berakal. Apakah kakek tidak tahu, jika seseorang hendak menyalakan api, ia memasukkan kayu bakar yang kecil dulu baru kemudian memasukkan kayu yang lebih besar...”

Mendengar penuturan polos si bocah kecil ini, menangislah lelaki tua ini seraya berkata, ”Sungguh bocah kecil ini jauh lebih ingat kampung akhirat dari pada diriku. Dunia telah jauh menyeretku.”

Canda Sahabat Nabi

Canda Sahabat Nabi

Suatu hari Ali bin Abi Tholib ra menuju masjid, sesampainya di sana ia segera melepaskan sandalnya dan mengerjakan sholat.

Tak lama kemudian datanglah Umar bin Khotob ra. Ketika melihat sandal Ali di muka masjid, timbullah keinginan menggoda Ali. Sandal Ali diambil dan diletakkan di atap masjid. Kebetulan Umar berbadan tinggi sehingga mudah baginya melakukan hal tersebut, sedang Ali yang berbadan kecil tentu akan kesulitan mengambilnya. Kemudian Umar melepas sandalnya dan segera mengerjakan sholat.

Ali yang selesai sholat menyadari bahwa sandalnya sudah tidak ada di tempat. Letaknya sekarang ada di atap masjid, tahulah Ali bahwa Umar yang melakukannya. Kemudian Ali membalas Umar dengan meletakkan sandal Umar di salah satu tiang penyangga masjid. Kebetulan Ali meskipun berbadan kecil tetapi kekar sehingga mudah baginya mengangkat penyangga masjid dan meletakkan sandal Umar di bawahnya. Jadilah sandal Umar tergencet di bawah penyangga masjid. Kemudian Ali pulang tanpa alas kaki.

Umar setelah selesai sholat juga menyadari bahwa sandalnya pun hilang. Setelah ditemukan ternyata tergencet di bawah tiang penyangga masjid. Tentu saja Umar tidak kuat mengangkatnya apalagi mengambil sandalnya. Jadilah dua sahabat nabi itu pulang dari masjid tanpa alas kaki.
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (Al Hadiid: 16)
A Banana Lesson

Suatu hari, aku dan kawanku makan siang di sebuah warung kampus. Pada saat temanku makan pisang tiba-tiba ia terdiam. Ku pikir ia tersedak. “Kenapa?” tanyaku pada kawanku.

“Apa kamu tersedak?” tanyaku kembali.

“Tidak,” sahut kawanku, “Sahabatku, menurutmu jika engkau membeli pisang, mahal mana antara 1 buah pisang dengan 1 tundun pisang?”

“Kamu lucu ya,” kataku, “Ya tentu saja mahal pisang 1 tundun.”

Kawanku berkata, “Padahal dalam pisang 1 tundun, ada pisang yang masak, ada yang belum masak, bahkan mungkin masih hijau. Namun semuanya menjadi mahal harganya jika disatukan dalam 1 tundun. Jika pisang itu dijual terpisah, tentu saja yang tidak masak, yang hijau atau yang busuk tidak akan ada harganya. Apakah aku benar sahabat?”

“Ya, itu benar.”

Kawanku terdiam sejenak, kemudian ia meneruskan lagi, “Itulah gambaran sholat berjamaah. Allah menghitung semuanya, dalam jamaah itu ada yang khusyu, ada pula yang tidak, ada anak-anak yang tidak mengerti bacaan sholat dan lain-lain. Namun mereka dihargai lebih. Bayangkan jika kita sholat sendirian, kadang tidak khusyu, kadang dalam sholat teringat macam-macam dan lain-lain. Kira-kira ada tidak ya harga sholat kita? ”

Aku termenung mendengar ucapan kawanku. Memang benar apa yang dikatakannya. Ingatanku kembali kapada waktu-waktu di mana aku selalu meremehkan panggilan adzan, atau aku merasa kesal saat muadzin mengumandangkan adzan padahal saat itu aku sedang asyik menonton tv, atau aku selalu mengulur wudhu ku. Nanti dan nanti. Terimakasih Ya Allah atas pelajaran buah pisang
You Are Loved

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh) (QS Huud: 6)

Saudaraku, apakah Anda termasuk orang yang bergetar ketika membaca ayat suci ini? Mungkin kita hanya memandang ayat ini sekilas lalu atau malah mengabaikannya. Ada kisah menarik dari ayat ini yang dapat kita renungkan.

Ada seorang kontraktor di Jepang. Kontraktor ini mendapat tugas untuk merenovasi sebuah rumah yang berusia 10 tahunan. Pada saat ia mulai merobohkan tembok kayu, ia terkejut karena ternyata ada seekor kadal yang terjepit paku tembok kayu itu. Kontraktor ini merasa kasihan sekaligus heran, karena paku itu sudah ada sejak rumah itu berdiri yaitu sejak 10 tahun yang lalu. Lalu bagaimana sang kadal itu bisa bertahan terjepit paku selama 10 tahun ini? Karena penasaran kontraktor ini terus mengamati kadal ini.

Lalu tiba-tiba entah dari mana muncul seekor kadal yang lain membawa serangga di mulutnya, dan kadal ini memberikan serangga ini kepada kadal yang terjepit. Subhanallah. Ternyata dengan cara inilah kadal yang terjepit ini bertahan selama 10 tahun. Ternyata Allah tidak melupakan rezki untuk seluruh hamba-Nya tanpa ada satu pun yang tertinggal. Walaupun itu hanya seekor kadal. Apakah manusia tidak memperhatikan hal ini? Masih ragukah kita dengan rezki dari Allah?

Kemudian ada kisah tentang Ibrahim bin Adham sebelum beliau menjadi ulama besar. Sebelum menjadi ulama, Ibrahim bin Adham hanyalah orang biasa yang banyak melakukan safar (perjalanan). Suatu hari di tengah perjalanannya, ia beristirahat di bawah sebatang pohon. Kemudian Ibrahim membuka bekal siangnya, yaitu roti yang diisi dengan daging. Pada saat ia hendak memakan bekal siangnya, tiba-tiba datang seekor burung gagak dan menyambar bekalnya. Ibrahim marah bukan kepalang, lalu ia mengejar ‘burung pencuri sialan’ yang mencuri bekalnya.

Tidak terasa Ibrahim telah berlari mengejar burung itu hingga di lereng sebuah bukit, dan tiba-tiba burung gagak itu berhenti terbang dan mendarat di sebuah tebing. Lalu Ibrahim memanjat tebing itu untuk mengejar burung gagak itu. Tiba di atas tebing itu terkejutlah Ibrahim, di sana tergeletak seorang lelaki yang terluka dan di sampingnya ada bekal makan siangnya yang dicuri burung gagak tadi.

Lelaki yang terluka ini memandang Ibrahim dengan penuh kelegaan, “Alhamdulillah ada seseorang yang ke sini. Allah mengabulkan permohonanku. Kawan, jangan terkejut. Aku sudah di sini selama beberapa hari. Beberapa hari yang lalu aku pulang dari berdagang, namun di tengah perjalanan aku diserang kawanan perampok. Semua harta bendaku dirampas mereka, dan aku nyaris dibunuh mereka. Aku berhasil melarikan diri dan memanjat tebing ini untuk menghindari mereka. Namun naas bagiku, begitu sampai di atas tebing aku terjatuh dan kakiku patah tidak bisa ku gerakkan. Daerah ini begitu sepi. Bagaimana mungkin ada orang yang menolongku, pikirku. Aku pasrah kepada Allah, dan berdoa mudah-mudahan ada yang bisa menolongku dan menemukanku. Kemudian entah darimana datangnya tiba-tiba ada seekor burung gagak datang padaku dengan membawa makanan. Selama beberapa hari ini burung itu terus mengirimiku makanan seperti hari ini ia membawa roti ini. Dan karena pertolongan burung itulah aku bertahan hidup.”

Ibrahim bin Adham terpana mendengar penuturan si lelaki yang terluka itu. Tiba-tiba ia merasa sangat kecil di hadapan Allah. Apa yang telah ia perbuat hingga sekarang. Seekor burung gagak saja bisa mengerti perintah Allah, dan melaksanakan ‘ibadah’nya. Dunia demikian hampa dan kosong tanpa menjalankan perintah Allah.

Setelah mengantar lelaki yang terluka ini ke kota, Ibrahim segera menanggalkan semua dunia yang ada padanya, dan ia menekuni mempelajari agama Allah. Hingga di akhir hayatnya Ibrahim bin Adham dikenal sebagai seorang ulama besar.

Saudaraku, renungkanlah kisah di atas.

Pelajaran Sang Alam

Pelajaran Sang Alam

Lihatlah apa yang dapat dilakukan sekuntum mawar kepada manusia. Mungkinkah ia akan mengatakan: “Saya akan memberikan keharumanku kepada orang yang baik saja dan tidak akan memberikannya kepada yang jahat.” Dapatkah kita membayangkan sebuah lampu menolak bersinar karena akan dipakai oleh orang yang jahat? Lampu itu dapat melakukannya hanya jika ia berhenti menjadi lampu.

Dan lihatlah bagaimana sebatang pohon tanpa pilih kasih memberikan tempat berteduh bagi setiap orang, baik yang buruk maupun yang baik, muda dan tua, tinggi dan rendah, kepada binatang dan setiap mahluk hidup, bahkan kepada orang yang akan menebangnya. Inilah sifat cinta yang tidak membeda-bedakan, itulah sebabnya kita didorong untuk memahami ayat-ayat Allah yang menerbitkan matahari bagi semua orang, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan yang tidak benar.

Renungkanlah dengan penuh kekaguman pada ayat-ayat Allah, kebaikan bunga mawar, lampu dan pohon yang demikian sempurna karena dari sinilah kita akan mendapatkan gambaran mengenai cinta sifat Rahman Allah.

Sholahuddin Al Ayubbi (Saladin)

Sholahuddin Al Ayubbi (Saladin)

Siapa yang tidak mengenal tokoh Islam yang terlibat dalam perang Salib dan mempertahankan Jerusalem dari gempuran Crusader? Jika melihat manusia dari satu sisi, mungkin orang tertentu akan menyebutnya sebagai pahlawan namun bagi orang lain ia dianggap sebagai penjahat. Tergantung dari sisi mana ia dipandang. Menceritakan biografi seorang tokoh dari kalangannya sendiri mungkin akan banyak menceritakan kepahlawanannya, kebaikannya, kealimannya, kedermawanannya dan lain-lain. Sedangkan biografi yang diuraikan oleh lawan biasanya netral atau lebih memburuk-burukkan tokoh itu.

Saladin, di mata orang kawan adalah pahlawan sedang bagi musuhnya ia adalah lawan yang sangat disegani. Mari kita lihat penuturan salah seorang Crusade tentang Saladin.

“Aku (Du Poitier) adalah seorang Crusade (tentara Salib) dari Perancis, suatu hari pasukanku bertempur dengan Saracen (pasukan Saladin) di Mesir, kami dikalahkan oleh Saracen. Pasukanku tercerai-berai dan aku terjatuh dari kudaku, luka-luka berdarah akibat peperangan masih mengalir. Antara sadar dan tidak, aku tergeletak di antara jenazah para prajurit. Bau anyir darah yang begitu menyengat membuatku tidak sadarkan diri. Kemudian, tiba-tiba ada seseorang yang mengusap wajahku dengan air, dan aku pun tersadar. Rupanya aku sudah tidak berada di padang tandus yang penuh dengan mayat. Aku ada di sebuah kemah yang teduh, dekat dengan pohon-pohon kurma. Aku mencoba menggerakkan tanganku dan menggapai penolongku. Tapi ia menahanku sambil berkata, “Jangan banyak bergerak dulu, lukamu sangat parah.” Kemudian penolongku menyuruhku minum ramuan –ku kira semacam obat-. Rasanya sangat pahit namun badanku terasa lebih hangat dan nyaman. Aku mengira penolongku adalah kaum Turki yang biasanya lewat lembah dan padang gurun. Setelah minum obat itu aku kembali tertidur.

Keesokan harinya, aku sudah bisa duduk dan bisa memperhatikan kemah tempatku berada. Kemudian penolongku datang padaku sambil membawa ramuan seperti kemarin dan makanan untukku. Aku dirawat layaknya ia merawat saudaranya sendiri. Beberapa hari kemudian ia datang kepadaku dan menayakan apakah aku sudah bisa berjalan? Aku mengatakan sudah, lalu ia membawaku menuju pimpinannya. Dalam hati aku bertanya-tanya, kaum apakah yang telah menolongku ini? Siapakah pimpinannya? Begitu aku di bawa menghadap pimpinannya barulah aku sadari bahwa selama ini aku berada di perkemahan musuhku yaitu kaum Saracen. Dan orang yang merawatku adalah seorang dokter dari Saracen. Aku berdebar-debar bertemu dengan pimpinan mereka, yaitu Lord Saladin. Antara ketakutan dan penasaran.

Lord Saladin memandangku sambil tersenyum kecil, “Jangan takut, engkau adalah tamuku. Engkau aman di sini. Siapakah engkau?”

Aku menjawab, “Aku prajurit dari Perancis, namaku Du Poitier.”

“Oh, seorang Crusade?” tanya Lord Saladin. Kemudian ia berbalik, dan mengambil sesuatu di belakang. Aku kira ia akan mengambil pedang dan memenggal kepalaku karena aku adalah musuhnya, sebagaimana biasanya kami juga mengeksekusi tawanan kami. Aku sudah pasrah dan bersiap untuk mati. Namun ternyata Lord Saladin mengambil dua buah cawan, dia menuangkan air untukku dan dirinya sendiri. “Minumlah, setelah itu kita berbincang-bincang,” kata Lord Saladin.

Aku tercekat melihat kejadian itu, aku ini tawanan tapi diperlakukan seperti seorang pembesar saja. Selama ini aku selalu memenuhi pikiranku bahwa Lord Saladin adalah seorang demonik, gila perang dan haus darah, seperti yang selalu diungkapkan oleh Lord-Lord di negeriku. Ternyata dia amat berbeda dengan apa yang digambarkan selama ini. Aku menerima cawan itu dengan hormat dan meminumnya hingga habis. Lord Saladin mengajakku bicara layaknya seorang teman lama, kemudian ia mengajakku berkeliling ke perkemahan kaum Saracen. Lord Saladin sama sekali tidak khawatir jika aku melarikan diri dan membocorkan seluruh kegiatan pasukannya kepada pasukanku. Kemudian Lord Saladin membawaku ke Mesir. Dia menawari aku untuk pulang ke negeriku, semua biaya perjalanan akan ditanggung olehnya. Namun aku merasa betah tinggal di negeri ini. Dan aku ingin membalas budi baik Lord Saladin sebelum aku pulang. Lalu Lord Saladin mengangkatku sebagai pengajar anak-anak untuk menulis dan membaca. Aku diberi rumah dan kendaraan, aku benar-benar diperlakukan layaknya pembesar.

Lord Saladin beberapa kali terlibat dalam pertempuran, dan herannya aku selalu menyertai Lord pada saat ia berperang. Aku melayani Lord, dengan pikiran dan tenagaku. Sampai suatu saat, akhirnya Lord Saladin berhasil menjadi Sultan di Syiria. Lord Saladin memiliki pasukan sebesar 200.000 orang, ditambah dengan peralatan perang yang besar seperti Ram, Catapult, Balista dan lain-lain.

Lord Saladin menandatangani perjanjian dengan Raja Jerusalem, yaitu King Baldwin. Masing-masing tidak akan memulai peperangan. Dan Lord Saladin amat memegang teguh perjanjian itu. Tidak satu kali pun Lord Saladin mengingkari atau mengkhianati perjanjian itu. Demikian juga dengan King Baldwin. Namun suatu hari aku mendapat kabar bahwa rombongan haji menuju Mekah diserang oleh tentara Crusade yang dipimpin oleh Baron Reynald de Cathillon.

Lord Saladin segera mengumpulkan seluruh pasukannya dan bergerak menuju Kerak, tempat di mana Stronghold Baron Reynald de Cathilon. Namun King Baldwin juga tidak tinggal diam, ia mengerahkan seluruh pasukannya untuk menghadang Lord Saladin. King Baldwin bersumpah bahwa ia tidak pernah melanggar perjanjian damai. King Baldwin menyuruh Lord Saladin menarik mundur seluruh pasukannya dan ia akan menghukum seberat-beratnya Baron Reynald de Cathilon yang mengacau perjanjian damai. Lord Saladin menyetujuinya dan segera kembali ke Damaskus.

Beberapa bulan kemudian aku mendengar bahwa King Baldwin meninggal (pen –tahun 1186) akibat sakit lepra yang dideritanya. Posisi Raja Jerusalem kini beralih ke adik ipar King Baldwin yaitu King Guy de Lusignan. Di bawah pimpinan Raja Guy de Lusignan, perjanjian damai dengan Lord Saladin tidak berlaku lagi. Raja Guy de Lusignan mengembalikan semua hak Baron Reynald de Cathilon yang sempat dicopot oleh King Baldwin. Dan Baron Reynald kembali berulah, kali ini ia dan seluruh pasukannya menyerang perkampungan Muslim di mana di situ tinggal saudari Lord Saladin.

Dengan peristiwa ini jelas bahwa Jerusalem hendak mengobarkan perang dengan Damaskus. Utusan yang dikirim oleh Lord Saladin dibunuh dan kepalanya dikembalikan ke Damaskus. Lord Saladin segera mengumpulkan seluruh pasukannya, dan menuju ke Jerusalem. Dan ternyata Jerusalem sudah mempersiapkan diri menghadapi perang ini.

Dalam perang ini pun aku menyertai Lord Saladin. Lord Saladin adalah seorang perencana perang yang brilian, segera ia membentuk pertahanan di daerah Hittin. Lord menguasai sumber-sumber air sehingga pasukan Lord tidak keletihan karena kehausan. Hittin menjadi saksi bisu pertempuran kaum Saracen dengan para Crusade dari Jerusalem. Dan di lembah inilah pasukan Salib dikalahkan, Baron Reynald dibunuh oleh Lord Saladin sendiri, sedangkan King Guy de Lusignan dibebaskan.

Lord Saladin tidak segera pulang ke Damaskus setelah perang ini, namun meneruskan peperangan ke Jerusalem. Tahun itu (pen- 1187) Jerusalem jatuh ke Saracen di bawah pimpinan Lord Saladin. Ketika Jerusalem jatuh ke tangan Lord Saladin, tidak ada pembantaian maupun penghancuran rumah-rumah ibadah di sini. Lord membebaskan bagi siapa saja untuk tinggal di Jerusalem, dan mengijinkan siapa saja yang hendak meninggalkan Jerusalem dengan selamat.

Lord juga menawarkan kepadaku, apakah aku akan ikut pulang ke negeriku dan ia yang membayar semua biaya kepulanganku atau aku akan tetap bersamanya di Jerusalem. Aku merasa rindu dengan negeriku, tetapi entah mengapa aku begitu senang tinggal bersama Lord Saladin. Bagiku tidak ada tempat yang bisa menentramkan jiwaku selain melayani Lord Saladin. Lord tidak pernah memaksaku melakukan ini dan itu, bahkan aku tetap beragama Kristen sampai saat ini. Dan Lord tidak pernah menyuruhku masuk agama Islam. “Tidak ada paksaan dalam agama Islam,” kata Lord Saladin kepadaku. Bayangkan ternyata hampir 20 tahun lamanya aku bersama Lord Saladin dan melayaninya. Sepertinya aku enggan untuk meninggalkan tempat ini dan Lord Saladin.

Kemudian aku berterus terang kepada Lord bahwa aku akan tetap tinggal di sini, tidak akan pulang ke negeriku. Dan Lord Saladin tersenyum padaku seraya berkata, “Aku tahu engkau akan berkata seperti itu. Aku butuh bantuanmu, tempat ini harus segera dibenahi. Tentara kita juga harus tetap dilatih, sebab bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang akan menggempur Jerusalem kembali.”

Begitulah aku terus bersama Lord Saladin hingga akhirnya beliau wafat setelah terakhir Saracen memenangkan pertempuran melawan tentara gabungan Inggris yang dipimpin oleh King Richard, orang-orang dari negeriku (Perancis) dipimpin King Phillip, Frederick Barbarossa dari Jerman dan lain-lain. Dua tahun setelah perjanjian damai dengan King Richard, Lord Saladin meninggal dunia. Seseorang yang ku layani selama kurang lebih 20 tahun ini, dan menjadi guru dalam hidupku.

Ada satu hal yang sangat menarik, Lord Saladin memiliki sebuah kotak berharga, tidak ada seorang pun yang boleh membukanya, atau pun mengetahui isinya. Ketika Lord meninggal, barulah kotak itu dibuka oleh salah seorang putranya. Ku pikir kotak berharga itu berisi perhiasan atau barang berharga lainnya. Ternyata kotak besar itu hanya berisi debu dan tanah. Rupanya setiap kali Lord pulang dari peperangan, Lord Saladin selalu mengumpulkan debu dan tanah yang menempel di baju dan tubuhnya. Entah berapa kali Lord berperang sehingga tumpukan debunya saja bisa sampai satu kotak penuh.

Lord Saladin memang tidak meninggalkan harta tetapi kesan baik, dan sifat mulia yang Lord miliki akan senantiasa dikenang sepanjang masa, termasuk bagiku.”

Itulah kisah yang diceritakan oleh seorang Crusade yang mula-mula memerangi Saladin kemudian berbalik melayani Saladin karena kekagumannya pada sifat mulia Saladin.

Di manakah Tsa'labah?

DI MANAKAH TSA’LABAH?


Seorang sahabat Nabi yang amat miskin datang pada Nabi sambil mengadukan tekanan ekonomi yang dialaminya. Tsa'labah, nama sahabat tersebut, memohon Nabi untuk berdo'a supaya Allah memberikan rezeki yang banyak kepadanya. Semula Nabi menolak permintaan tersebut sambil menasehati Tsa'labah agar meniru kehidupan Nabi saja. Namun Tsa'labah terus mendesak. Kali ini dia mengemukakan argumen yang sampai kini masih sering kita dengar, "Ya Rasul, bukankah kalau Allah memberikan kekayaan kepadaku, maka aku dapat memberikan kepada setiap orang haknya.”

Nabi kemudian mendo'akan Tsa'labah. Tsa'labah mulai membeli ternak. Ternaknya berkembang pesat sehingga ia harus membangun peternakan agak jauh dari Madinah. Seperti bisa diduga, setiap hari ia sibuk mengurus ternaknya. Ia tidak dapat lagi menghadiri shalat jama'ah bersama Rasul di siang hari.
Hari-hari selanjutnya, ternaknya semakin banyak; sehingga semakin sibuk pula Tsa'labah mengurusnya. Kini, ia tidak dapat lagi berjama'ah bersama Rasul. Bahkan menghadiri shalat jum'at dan shalat jenazah pun tak bisa dilakukan lagi.

Ketika turun perintah zakat, Nabi menugaskan dua orang sahabat untuk menarik zakat dari Tsa'labah. Sayang, Tsa'labah menolak mentah-mentah utusan Nabi itu. Ketika utusan Nabi datang hendak melaporkan kasus Tsa'labah ini, Nabi menyambut utusan itu dengan ucapan beliau, "Celakalah Tsa'labah!" Nabi murka, dan Allah pun murka!
Saat itu turunlah QS At-Taubah (9): 75-78
"Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh." Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta. Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui yang ghaib?"

Tsa'labah mendengar ada ayat turun mengecam dirinya, ia mulai ketakutan. Segera ia temui Nabi sambil menyerahkan zakatnya. Akan tetapi Nabi menolaknya, "Allah melarang aku menerimanya." Tsa'labah menangis tersedu-sedu.
Setelah Nabi wafat, Tsa'labah menyerahkan zakatnya kepada Abu Bakar, kemudian Umar. tetapi kedua Khalifah itu menolaknya. Tsa'labah meninggal pada masa Utsman.

Dimanakah Ts'alabah sekarang? Jangan-jangan kitalah Tsa'labah-Tsa'labah baru yang dengan linangan air mata memohon agar rezeki Allah turun kepada kita, dan ketika rezeki itu turun, dengan sombongnya kita lupakan ayat-ayat Allah.

Bukankah kita dengan alasan sibuk berbisnis tak lagi sempat sholat lima waktu. Bukankah dengan alasan ada "meeting penting" kita lupakan perintah untuk sholat Jum'at. Bukankah ketika ada yang meminta sedekah dan zakat kita ceramahi mereka dengan cerita bahwa harta yang kita miliki ini hasil kerja keras, siang-malam membanting tulang; bukan turun begitu saja dari langit, lalu mengapa kok orang-orang mau enaknya saja minta sedekah tanpa harus kerja keras.
Kitalah Tsa'labah....Tsa'labah ternyata masih hidup dan "mazhab"-nya masih kita ikuti...

Na'udzubillah...